Ungkapan cintaku Lebih Kerbis dari Simbol Taj Mahal

Subtansi pengungkapan cinta terpendamnya Santri kenthir pada gadis pujaannya, itu sama halnya kisah cinta tulusnya Shah Jehan pada isterinya Mumtaz ul Zamani.

Awas! Saat Kaum Gay Bergentayangan Di Facebook Ku

Tulisan ini sekedar berbagi pengalaman unik selama berjejaring di facebook. Bukan untuk menghukumi minoritas kaum Gay.

4 Okt 2011

Hiruk Pikuk Maksiat Ditengah Gemuruh Suara Adzan


Dikampung  halamanku, dusun Karang Kontradiktif, RT Agamis-Simbolis  (Masuk wilayah Kecamatan Balung-Jember Selatan) yang luas wilayah dusunnya sekitar 10 hektaran, dihuni oleh 50 rumah tangga, mempunyai 5 musholla plus satu buah masjid besar. Masing-masing musholla mengumandangkan panggilan adzan menggunakan corong speaker. Setiap corong speaker (pengeras suara)  bisa terdengar sampai jarak 1 KM-an. Deret antara musholla satu dengan musholla lain berjarak sekitar 200 Meteran. Bila sudah waktu magrib tiba semua serentak mengumandangkan suara adzan. Seperti tak mau kalah dengan musholla disekitarnya, suara adzan yang terdengar dari masjid besar itu lebih kencang suaranya  sampai jarak sejauh 3 KM-an. Maklum disamping telah dilengkapi dengan sound system yang memadai, corong speakernya  dipancang jauh lebih tinggi daripada yang ada di musholla, yaitu, ditempatkan diatas menara masjid yang punya ketinggian 30 Meter an, dengan jumlah 4 corong speaker dipuncak  menara dan 2 lagi disamping kubah, masing-masing corong speaker tersebut menghadap kearah enam  penjuru. Belum lagi ditambah suara adzan yang terdengar dari radio dan telivisi yang dinyalakan  oleh masing-masing penduduk sekitar.
Bisa dibayangkan seperti apakah situasi kampung halamanku bila magrib dan isya` telah tiba. Namun jangan terburu mengklaim dan memvonis kalau kampung halamanku telah merepresentasikan  dirinya sebagai masyarakat religius.

Seharusnya bila semakin banyak musholla disertai adanya masjid besar disebuah dusun dalam panggilan massal, apalagi menggunakan corong speaker,  berarti volume yang berjamaah berjumlah banyak. Semakin keras suara panggilan muadzinnya berarti orang yang terpanggil untuk datang sholat semakin tinggi. Nyatanya, Kuhitung yang datang berjamaah dimusholla sebelah rumahku saja hanya 4 orang yakni; tukang adzannya, imamnya, dan 2 orang lagi pemilik mushollanya sepasang suami-isteri. Pun di musholla yang lain tak jauh berbeda kondisinya. Sedang dimasjid besar yang waktu pembangunannya menghabiskan dana 1 M lebih, hanya terdapat 5 jamaah laki-laki dan 3 perempuan. Esoknya dan seterusnya hasil surveiku menunjukkan angka masih tetap sama dengan hari sebelumnya, dan orang-orang yang sholat berjamaah masih yang itu-itu juga.

Pernah suatu ketika saat aku baru pulang dari begadang semalaman, aku tak bisa tertidur sebab terganggu suara kaset orang mengaji yang diputar keras-keras menggunakan corong speaker menjorok tepat kearah rumahku.  Kejadian seperti itu selalu terjadi setiap jam 3 dini hari.  Padahal waktu adzan subuh masih 1/2 jam-an lagi. Mau protes tidak mungkin karena pemiliknya adalah keluarga pamanku sendiri. Esoknya saat orang-orang sekitar musholla mulai bekerja disawah, aku masuk mushollah pura-pura akan sholat. Didalam musholla aku mulai beraksi dengan merusaki  alat-alat didalam pendorong  corong speaker. Aksiku berhasil dengan sangat sukses. Walhasil selama sebulan, setip pulang dari begadang semalaman aku dengan aman tertidur pulas tanpa teror suara bising  corong speaker lagi. (Adegan ini tidak boleh ditiru. Aksi ini kulakukan waktu aku masih menjadi pemberontak kemapanan simbolisasi agama didusunku)

Dilihat sekilas dari sisi simbolisasi agama pada kampung halamanku paling tidak perilaku sosial masyarakatnya seharusnya lebih mendekati moralitas nilai-nilai agama yang dianut. Nyatanya keberhasilan simbolisasai agama Islam disana tidak berbanding lurus dengan kesalehan sosial masyarakatnya. Adanya 5 musholla, 1 masjid besar, 1 TK Islam, 1 Madrasah, pengajian rutin jama`ah kaum bapak, pengajian rutin kaum muslimat dan fatayat, ceramah agama setiap jum`at, namun kontradiktif dengan kenyataan pahit yang dihadapi masyarakat  kampung halamanku:

  • ”Sepuluh wanita muda nan cantik berprofesi menjadi tukang pijat plus dijakarta dan dua orang menjadi mucikari dibatam dan di manado. Tiga cowok menjadi gigolo dijakarta. Seperempat penduduknya pelanggan tetap togel. Tiga orang menjadi pengedar togel yang dua orang sekarang dipenjara.  Dua orang haji kaya tapi kikirnya minta ampun. Empat orang stress berat. Satu orang menjadi maling spesialis sapi (Entah sekarang sudah tobat atau belum). Sepuluh anak remaja menjadi penguntil barang-barang ditoko (Dua anak remaja sudah pernah dipenjara). Dua orang kyai langgar terlibat dalam skandal perselingkuhan, yang satu dengan guru TK dan  satunya dengan perempuan pengepul barang besi tua.  Satu orang kyai langgar lagi yang menjadi pengumpul dana hibah dari penduduk yang melacur ditanah rantau untuk sebuah acara pengajian akbar dan merenovasi mushollanya. Selebihnya mayoritas penduduk berprofesi sebagai buruh tani tertindas. Sisanya menjadi pemuda penggangguran atau menjadi perantau dinegeri Jiran. Oh ya, satu lagi pemuda murtadnya yang sekarang sudah bertaubat, yakni saya sendiri, he he.”  (Sumber: Mata- telingaku plus gosip para tetangga)

SALAM KENTHIR

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More