Uraian tulisan saya tentang perjuangan petani ketajek ini semakin jelas menunjukkan bahwa negara hanyalah subyek pasif. Apa-apa yang telah didapat rakyat sejatinya berkat perjuangan kerasnya sendiri. bukan hasil pemberian (political will) negara. negara dalam hidup kebangsaan yang sejahtera tak lebih sekedar pencuri dan pengambil hak-hak rakyat. Demikianlah jika negara ada tapi keberadaannya tidak untuk berpihak pada rakyat. Maka perampasan tanah-tanah rakyat terjadi dimana-mana. Tak terkecuali tanah rakyat ketajek yang telah dirampasnya mulai tahun 1973.
Dibawah koordinasi
Soeparjo, mereka memulai gerilya melakukan pendekatan dan lobi terhadap semua
pihak yang dianggap memiliki otoritas menyelesaikan persoalan tanah Ketajek.
Mulai struktur yang paling bawah yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Jember, PDP,
DPRD Tingkat II, DPRD Tingkat I, DPR RI hingga ke Komisi Nasional Hak Azasi
Manusia.
Suparjo yang telah diberi
mandat oleh warga ketajek untuk meneruskan arah perjuangan menganggap bahwa
strategi lobi adalah strategi perjuangan yang paling utama untuk mencapai
kemenangan sedang pilihan strategi lainnya merupakan sebagai penunjang untuk
keberhasilan strategi lobi tersebut. Pilihan strategi lobi ini dimaksudkan agar
pihak-pihak terkait terketuk pintu hatinya dan tidak salah persepsi atas
perjuangan warga ketajek selama melakukan tuntutan kembalikan tanah warga
ketajek. Tujuan utama dari strategi lobi tersebut agar selama melakukan
perjuangan warga ketajek tidak bertindak sporadis, terorganisir secara rapi dan
terencana secara sistematis.
Mereka sadar bahwa pilihan
utama strategi lobi untuk mencapai tujuan ini butuh waktu yang sangat panjang,
oleh karenanya lobi-lobi politik perjuangan yang direpresentasikan oleh Suparjo
benar-benar didukung sepenuhnya oleh warga katajek secara spritual dan
material. Secara spritual mereka melakukan do`a-do`a
rutin yang berupa acara istigosah setiap minggu secara berkelompok. Sedang
secara material mereka mengadakan iuaran sukarela antar anggota secara rutin
dan kemudian dana yeng terkumpul digunakan untuk menopang kebutuhan perjuangan
Suparjo dalam melakukan taktik perjuangannya (sudah berjalan selama enam
tahun). Sering dana yang terkumpul oleh warga perjuangan tidak mencukupi,
akhirnya suparjo sering kali merelakan harta pribadinya untuk kepentingan
perjalanan tugas-tugas perjuangan. Setiap minggu tiga kali Suparjo memberikan
laporan hasil-hasil lobinya pada warga ketajek dalam pertemuan mingguan yang
terformat dalam pengajian rutin istigosah yang sudah berjalan selama 6 tahun.
Menurut Suparjo, pengajian rutin istigosah yang dilakukan oleh warga ketajek
adalah media ampuh untuk konsolidasi internal dan menguatkan daya tawarnya
dalam melakukan lobi-lobi politik eksternalnya. Dari pengamatan penulis, siang
dan malam suparjo harus melobi per-orang yang mempunyai kewenangan
menyelesaikan kasus tanah ketajek, mulai dari tingkat pusat sampai daerah.
Dari catatan perjalanan
lobi yang telah dilakukan Suparjo, seperti dituturkan pada penulis diantaranya;
pertama-tama melakukan pendekatan pada BPN (Badan Pertanahan Nasional) Jember
yang waktu itu dipimpin oleh bapak Ir. Sucahyo M.hum. Dengan bertamu mendatangi
rumah bapak Sucahyo secara kekeluargaan, Suparjo berhasil menarik simpatinya
pada perjuangan masyarakat ketajek. Berbekal empati dari pihak luar yaitu BPN
Jember, Suparjo dan kawan-kawan dengan ditemani bapak Sucahyo berhasil bertemu
dengan BPN Pusat dalam rangka konfirmasi keabsahan SK HGU PDP Ketajek yang
waktu itu dikepalai Bapak Lutfi Nasution bertempat di jakarta pada tahun 2002.
Pada tahun yang sama Suparjo dan kawan-kawan bersama kepala BPN pusat ikut
serta terlibat dalam hearing dengar pendapat dengan komisi II dan III DPR RI
bertempat digedung Senayan dalam agenda pengajuan tinjau lokasi sengketa tanah
ketajek sesuai dengan fakta dilapangan. Atas pertemuan tersebut ditindak
lanjuti dengan tinjau lokasi oleh Komisi II DPR RI yang dipimpin oleh KH. Yusuf
Muhammad dan berhasil menemui titik terang karena nama-nama pemilik sebenarnya
tanah ketajek akan dikeluarkan oleh BPN Jawa Timur.
Berbekal hasil-hasil
pertemuan dengan BPN pusat dan DPR RI tersebut Suparjo melanjutkan lobi-lobinya
ditingkat Propinsi Jawa Timur pada tanggal 1-12-2003 yakni Ke-BPN Jawa Timur
dan ke-Komisi A DPRD I Jawa Timur.. Adapun maksud Suparjo seperti yang dituturkan
yaitu, agar nama-nama pemilik tanah Ketajek dikeluarkan secepatnya. Kemampuan
lobi Suparjo cukup mumpuni, karena jawaban hearing dengan komisi A DPRD Jawa
Timur sangat mendukung agar nama-nama pemilik tanah ketajek dikeluarkan
secepatnya. Akhirnya BPN Jawa Timur mengeluarkan dan menyerahkan nama-nama
pemilik tanah ketajek sesuai dengan SK Kepala Inpeksi Agraria Jawa Timur No.
1/Agr/6/XI/122/HM/III tertanggal 17-12-1964 kepada sidang komisi A DPRD I Jawa
Timur dan diserahkan kepada Suparjo sebagai Koordinator MPTK.
Perjuangan tanah segera
kembali ketangan rakyat ketajek mulai menemui titik terang dengan ditemukannya
daftar nama 803 pemilik tanah ketajek yang sekarang dikuasai oleh PDP Jember.
Namun bukan serta merta hanya berbekal SK KINAG tersebut tanah dikembalikan
begitu saja oleh pihak Pemkab Jember pada warga ketajek. Secara hukum tanah
tersebut adalah sah milik warga ketajek. Tetapi keyakinan warga ketajek
persoalan tanah tidak segera dikembalikan oleh pemerintah daerah Jember karena
pertimbangan politik oleh penguasa daerah jember yang waktu itu dipimpin Bupati
Samsul Hadi (2001-2006). Dalam pengakuan Suparjo Bupati Samsul Hadi enggan
menyerahkan secepatnya faktor PDP sebagai aset daerah Jember dan persoalan
tanah ketajek telah diselesaikan dengan ganti rugi uang sebesar 1 milyar kepada
masyarakat ketajek.
Jadi dengan
didapatkannya daftar nama-nama pemilik tanah ketajek sepertinya jalan menuju
kemenangan perjuangan warga ketajek mendapatkan tanah masih penuh liku-liku.
Oleh karena itu lobi-lobi politik ditingkat daerah jember terus digalakkan oleh
Suparjo. Masalah ketajek menjadi pelik karena adanya keputusan pemerintah
daerah jember antar DPRD dan Bupati Winarno, 4 Januari 2000, memutuskan
penyelesaian tanah ketajek dengan ganti rugi uang 1 Milyar. Untuk memubaka
jalan menuju penyelesaian yang diharapkan oleh warga ketajek yakni
dikembalikannya tanah ketajek seluas 477,8 Ha bukan ganti rugi berua uang, maka
Suparjo terus melakukan pendekatan pada anggota-angota Komisi A DPRD Jember
agar membuka atau melihat kembali keputusan penyelaian tanah ketajek tahun 2000
dengan memperlihatkan SK KINAG diatas. Namun kebanyakan para anggota komisi A
memandang sebelah mata karena memang persoalan tanah ketajek yang disodorkan
oleh Suparjo tidak memberi keuntungan secara materiel.
Suparjo tidak patah
semangat untuk melakukan pendekatan dan terus berusaha meyakinkan anggota dewan
agar mengangendakan Hearing penyelesaian tanah ketajek. Tidak cukup sekali
Hearing karena hasilnya jarang memuaskan warga ketajek. Karenanya warga ketajek
berpuluh-puluh kali hearing sampai persoalan tanah ketajek dibawa dalam sidang
pleno DPRD Jember yang hasilnya yaitu, tidak ada keputusan final karena suara
anggota dewa terpecah.
Terpaksa warga ketajek
harus tetap bersabar sambil menunggu masa bakti mereka (DPRD) berakhir dan
terganti oleh DPRD hasil pemilu berikutnya tahun 2004. Namun para anggota DPRD
2004-2009 yang baru dilantik rata-rata buta peta persoalan tanah ketajek. Untuk itu Suparjo tidak jemu-jemu menjelaskan dan mendatangi ke rumah
mereka masing-masing siang dan malam. Walhasil Komisi A merekomendasikan pada
ketua DPRD Jember tertanggal 12 April 2006 bahwa tanah ketajek untuk diberikan
kepada masyarakat petani yang berdomisili sekitar kebun ketajek dengan
perioritas bagi kelompok yang tidak menerima unag ganti rugi (Tali asih) dan
memakai cara kemitraan dalam pengelolaannya dengan pihak PDP jember.
Perkembangan terakhir hasil
yang telah dicapai berkat kekuatan strategi lobi perjuangan warga Ketajek yakni
keputusan Bupati Jember menetapkan tim verivikasi nama masyarakat diwilayah
tanah Ketajek untuk: (1) Meneliti bukti administrasi data pemilik tanah Ketajek
sesuai dengan penetapan dalam SK Kepala Inspeksi Agraria Jawa Timur Nomor
1/Agr/XI/122/ HM/ III Tahun 1964. (2) Meneliti kebenaran ahli waris nama
pemilik tanah Ketajek berdasarkan SK Kepala Inspeksi Agraria Jawa Timur Nomor
1/Agr/XI/122/ HM/ III Tahun 1964. (3) Merumuskan berita acara hasil verivikasi
nama masyarakat diwilayah / pemilik / ahli waris tanah ketajek dengan dikuatkan
atau legalisasi berupa akta notaris dan melaporkannya hasil tugas kepada
Bupati.
Salam Santri Kenthir