Ungkapan cintaku Lebih Kerbis dari Simbol Taj Mahal

Subtansi pengungkapan cinta terpendamnya Santri kenthir pada gadis pujaannya, itu sama halnya kisah cinta tulusnya Shah Jehan pada isterinya Mumtaz ul Zamani.

Awas! Saat Kaum Gay Bergentayangan Di Facebook Ku

Tulisan ini sekedar berbagi pengalaman unik selama berjejaring di facebook. Bukan untuk menghukumi minoritas kaum Gay.

17 Jun 2012

Karena Aku Sang Pecinta Bodoh



Peristiwa beberapa waktu lalu saat belanja bareng Evi dipertokoan Matahari, haruslah menjadi kenangan yang wajib berlalu bagiku. Tak perlu menjadi kesan bermakna. Selain hanya makna kebodohan seumur hidupku. Itu hanya permainan nakal dari gadis nakal yang tak menggunakan pertimbangan akal.
”Tetapi Ia berhasil mempermainkanku?”
Perdebatan dalam batinku mulai bergaung.
”Ia sudah membuat aku mati kutu menerima sebungkus kondom tanpa bisa menolak, bahkan aku masih menyimpannya dilaci rak buku ini sekarang.”
”Kenapa tidak aku buang saja kondom ini. Kalau teman-temanku ada yang tahu, pasti dikiranya aku sering melakukan hubungan seksual?”
” Dibuang atau tidak, ya?”
” Halah! biarin sajalah, biarkan saja kondom ini menjadi pengangguran abadi didalam laci ini...!”
” Aduh, kenapa aku menjadi lelaki bodoh dihadapan gadis nakal dan hedonis itu, ya?”
”Iya ya ya, aku akui Evi cerdas dalam hal ini. Aku akui sudah dibuat bodoh olehnya. Tetapi tetap saja ia gadis nakal, tukang selingkuh, materialistik, hedonis, dan blabla yang membuatku takkan pernah simpatik dan tertarik.”
”Asal kalian tahu, aku adalah Gio Agung Riawan hanya simpatik dan tertarik dengan gadis seperti Lela Doang”  
Sejak kehadiran kondom diruang laci rak buku ini pertengkaran demi pertengkaran didalam batinku sering tercipta karenanya.
Dihari yang lain, disaat jarum jam menunjuk pukul 5 pagi, dimana kebiasaanku masih dalam tertidur pulas, aku dikejutkan dengan nada dering Hp disebelahku tertidur. Dengan keadaan masih terkantuk-kantuk dan rasa teramat malas aku meraihnya. Aku lihat nada panggilnya berasal dari nomor HP Evi.
”Haalloo...oo...Iya, ada apa Vi?”
”Kok masih tertidur, sih? Ketahuan kalau nggak pernah subuhan!”
”Iya. Ada apa, Vi? Masih ngantuk nih, Vi!”
”Bisa nggak kamu kekosanku sekarang.”
”Hah...! masih pagi banget nih, Vi!”
”Penting sekaliii!”
Suara Evi terdengar sangat manja sekali. Dan penuh nada menghiba agar aku segera datang.
”Emang gak bisa nanti, apa! Kalau teman-teman kosmu tahu, apa kata dunia, Vi! Dikiranya kita sedang apaan. Nggak, ah.”
”Nggak akan ada yang tahu. Mereka pada pulang semua, kok.”
”Ya sudah, kalau memang penting Evi omongin aja lewat HP sekarang.”
”Nggak bisa lewat HP. Harus diomongin langsung.”
”Oke, oke. Tapi cuma sebentar saja, ya?”
Antara rumah kos Evi dan kamar kosku jaraknya kurang lebih 50 meteran. Jadi beberapa langkah saja aku sudah sampai kesana.
Lantaran aku tak berniat jahat, agar para tetangga tak curiga, begitu sampai didepan pintu kamarnya, aku langsung saja panggil-panggil nama Evi agak keras.
”Eeevi..! Eeevi..!”
Yang aku panggil tidak menyahut juga. Namun pintu kamarnya ia buka perlahan.
”Ada apa, Vi”  
”Husstt, nggak usah teriak-teriak kenapa, sih?”
”Iya sori, ada apa?”
”Kondom yang aku berikan padamu itu, masih ada nggak?”
”Ya masih ada, lah. Masih utuh, Vi. Seperti katamu, kondom itu tersimpan baik-baik dan terjamin rahasia persembunyiannya didalam laci. Emang kenapa, Vi?”
”Kalau begitu, tolong kamu ambil, dan bawakan kesini segera”
”Dengan senang hati akan ku kembalikan padamu lagi, Vi. Ya sudah, kalau gitu aku ambilkan segera.”
Aku lekas berlalu dari hadapannya. Terlintas pakaian yang dikenakan Evi masih terkategorikan sangat sopan sekali, begitu serasi dengan kulit dan wajahnya nan cantik.
Apakah aku keliru menilai Evi selama ini, ya?
Sesampai dikamarku aku langsung mangambil kondom yang telah aku anggurkan abadi didalam laci rak buku. Bersamaan itu, kulirik hpku sedang berbunyi nada SMS masuk. Ku baca pesan masuk dari Evi.
”Kalau balik kekosku, gak usah pakai teriak-teriak lagi. Bising tauk!. Pintu kamarnya gak aku kunci!!.”
Sms darinya terkesan galak.
Tiba-tiba terbesit dipikiranku, jangan-jangan ini permainannya Evi lagi. Ngapain dia pagi-pagi banget bangunin aku, kayak emergency banget aja, padahal, ia hanya menanyakan kabar kondom yang diberikannya waktu lalu, dan kini memintanya kembali. Bukankah, hal begitu bisa dilakukan waktu siang saja?
Ah sudahlah, aku gak pingin berlama-lama memikirkan; ada konteks apakah dibalik teks yang disuguhkan Evi?
Yups, lebih utama memindahkan kondom jahannam ini segera ketangan Evi daripada kondom ini berlama-lama didalam laci. Aku gak pingin dibuat perang batin terus menerus oleh keberadaannya.
Ah masa bodohlah. Dikerjain Evi lagilah, dibodohin lagilah, terpenting kondom ini mesti  lekas kembali ketangan empunya. Mumpung si empunya meminta kembali, aku akan segera mengembalikan cepat. Gak peduli kapanpun.
Dengan tergesa-gesa aku bergegas menuju kamar Evi. Kamar kos Evi berposisi paling depan menghadap beranda rumah kos. Sedang Bu kos pemiliknya tinggal dirumah sebelahnya. Seperti pesannya SMS Evi, begitu aku tiba, aku tidak lagi memanggil nama Evi keras- keras dari ruang tamu. Aku langsung mendekat kebibir pintu kamarnya.
”Eeevii!”
Panggilanku sangat perlahan. Kulihat pintu kamar Evi sedikit terbuka. Benar kata SMSnya Evi, kalau kamarnya memang tidak terkunci.
”Iya.”
”Kriek...!!” bunyi pintu kamar, aku dorong sedikit lebih lebar lagi.
”Gio langsung masuk saja!”
”.......”
Kepalaku terlebih dulu melongok kedalam kamar.
”Yaa..Ampuuun! Evi??”
Aku terheran sangat, sekaligus bercampur gemuruh rasa tidak karuan, melihat penampilan Evi yang terkini. Tidak seperti sebelumnya, kini ia hanya memakai...?
Pemandangan lekuk tubuh indah yang dibalut busana teramat tipis itu, kini tersaji dihadapanku. Batapa cantiknya, kamu Vi! Ah..rambutmu, kulitmu, parasmu, sungguh  indah menancap kealam bawah sadarku.
Gemuruh magma Gunung bersiap-siap meledakkan kelelakianku.
Angin puting beliung sekejap akan menyapu dan memporakporanda keperjakaan lelakiku yang merapuh.
Berjuta-juta tahun kesejarahan adam terlaknat memakan buah khuldi, sepertinya, sedang meruang dan menjadi waktu kekinian. Sepertinya, sedetik saja, kisah nista itu akan terulang kembali disini.
” Masuk. Dan tutup pintunya...!” titah Evi teramat syahdu terdengar.
Ia menggeliat seksi lalu berdiri dari pembaringannya.
Perlahan ia berjalan mendekatiku. Bak bidadari Evi berjalan diatas hamparan langit biru meniti disetiap tangga nilai   tanpa batas kesadaranku.  
Aku benar-benar berada diambang batas. Oh...sanggupkah aku tidak menjadi bodoh lagi untuk ketiga ribu kalinya?
 =====================BersaMBUNG==========================

25 Feb 2012

Tak Cukup 1 Jam Menuliskan Cinta Diam-Diamku Padamu



Terpaksa aku menulis lagi tentang cinta difacebook. Dan ini gara-gara  dirimu!

Sungguh aku tak ingin lagi mengeja kerumitan rasa dan mengurainya kedalam note ini. Jika aku disuruh memilih, suruh saja aku menulis karya-karya ilmiah daripada menuliskan cerita cengeng cinta yang pasti begitu menguras energi tubuh. Menulis ilmiah itu gampang banget, cukup menggunakan otak, kutip sumber sana sini, selesai!

Gara-gara dirimu, sekarang aku dipaksa menumpahkan kembali segala rasa peristiwa perjumpaan kita kemarin. Sedangkan dirimu, aku yakin dirimu tidak menggubris sinyal-sinyal gemuruh jiwaku yang sedang menderu-deru kedalam pesona wajahmu. Kamu tak akan pernah mau tahu, bahwa tatap matamu, bahwa senyummu, memporak poranda gundukan asmara yang sudah tertutupi daun daun kering dan semak belukar masa laluku.

Huft, Gara-gara pesonamu. Gara-gara wajahmu yang mirip dengannya. Gara-gara tatap matamu yang menawarkan secawan anggur asmara.
Kini aku tergopoh-gopoh menangkap setiap jejak makna pertemuan kita kemarin. Please, aku sudah jengah menuangkan peristiwa ”blegedes” itu kedalam tulisan ini. Buat apa? Untuk apa nulis rasa cinta yang dari dulu deritanya tiada akhir? Tak ada gunanya, bukan? Mestinya waktu yang sangat berharga ini aku gunakan melakukan sesuatu kreatifitas yang bisa mendatangkan uang.

Gara-gara pesonamu. Gara-gara wajahmu yang sungguh tak kalah jelita dengannya. Gara-gara tatap matamu yang tak kalah teduh dengan tatap matanya pada 10 tahun lalu.

Malam kemarin. Terlihat dirimu bergiat melatih diri bersandiwara diatas panggung teater kehidupan. Ya ampun baru tahu aku, betapa cantiknya dirimu saat tidak memakai jilbab. Betapa indah rambutmu menjuntai  dibahu. Oh, betapa tajam tatap matamu menembus kebekuan hatiku .

Nah kan, aku mulai terpancing lagi? Aku mulai kegenitan membincang rasa cinta sepihak? Tahukah dirimu, kalau aku sudah menjadi seperti ini, aku bisa betah berlama-lama berendam ditengah lautan malam sunyi ini. Padahal aku sudah tak boleh beginian lagi. Sudah bukan jamannya lagi memendam-mendam rasa didadaku yang sudah kadaluwarsa. Hanya bikin lelah batinku, saja! Malu-maluin, tahu!. Masak sejarah terpendam 10 tahun lalu masih aku ulang lagi hari ini. Huhh...ujung-ujungnya CTD, cinta tidak dimiliki.

Sudah setengah jam jari jemari menghabiskan waktu menari diatas laptop ini. Setengah jam lagi tulisan ini harus aku sud`hi. Aku tak boleh berlama-lama lagi mengisahkan cinta terpendam yang teringkarnasi kepadamu. Sebab aku tak ingin lagi jatuh kedalam ruang cinta adalah tak memiliki. Sebab, aku tak mau lagi berfilosofi, cinta sejati adalah cinta yang membisu dari keramaian sandiwara cinta.

Tinggal 25 menit lagi. Yah, aku harus tegas menutup laptop ini segera. Aku sudah jengah melarut dipojok kamar bagai robot  kesunyian malam sedang memberi makna pada kehampaan ruang kamar.

Jarum jam dinding kamar menunjuk waktu kurang 23 menit lagi. Bunyi detaknya memecah kesunyian hati. Pesonamu wajahmu menari-nari penuh kelembutan tak beraturan, seakan mempermainkan keteraturan arah jarum jam dinding itu.

”Masak sih, Mas Ipul terburu-buru menyudahi tentang peristiwa kita kemarin?” Tanya pesona wajahmu menggoda imajinasiku.

”Iya lah. Aku sudah tak ingin terseret oleh pesona wajahmu yang sungguh hanyalah absurditas! Aku sudah pernah mengalaminya 10 tahun lalu. Toh, ujung-ujungnya hanya  berbuah cinta tidak untuk dimiliki. Lelah menjalani hidup mencintai tapi tidak untuk dimiliki.”

”Kalau mas Ipul menyebut pesona wajahku absurd, tapi kenapa kulihat dalam diri mas Ipul kemarin sore jiwa-jiwanya tergetar? Berarti pesona wajahku bukan absurd, kan? Pesonaku adalah konstan merasuk kedalam jiwa para pecinta seperti mas Ipul ini?” Tanya tatap matamu menggugat balik jawabanku.

Sekitar waktu satu jam-an aku merenungkan gugatan balik tatapan matamu.

”Ah itu kan, bukan karena pesona wajahmu unsih. Tapi, hanya lintasan pesona wajah seseorang 10 tahun lalu yang masih melekat dihatiku. Kebetulan wajahmu agak mirip denganya. Jadi.... pesona wajahmu sesungguhnya hanya bias sinar pesona wajah seseorang masa lalu. Jadi, yang kekal pesona wajahnya, bukan pesona wajahmu.”

Sudah lewat 35 menit batas waktu untuk menyudahi tulisan blegedes ini. Tapi pikiranku masih saja asik mengeja rasa tentangmu.

”Oke kalau pesona wajahku hanyalah metamorfosis pesona wajah masa lalu yang pernah mengisi hati mas Ipul, tetapi jawab pertanyaanku, kenapa pula pandangan mata takjub mas Ipul  menelisik  helai demi helai rambut indahku? Bukankah Mas Ipul tahu, bahwa  rambutnya tidak mirip dengan rambutku? Kenapa pula, saat mata kita saling bertatap, kutangkap banyak campuran partikel-partikel rasa yang mengendap yang tak kuasa  diungkap kata?” Tanya rambut indahmu mencerca.

 Aku terdiam seribu bahasa. Aku tak kuasa lagi mencari alasan yang tepat menanggapi  cerca pertanyaan rambut indahmu. Sekitar 2 jam-an aku merenung dan memeras otak untuk meretas jawabannya.

Saat aku sudah mulai menyiapkan rangkaian jawaban untuk pertannyaan rambut indahmu, kantong mataku sudah tak kuat lagi menahan kantuk yang terasa sangat berat. Lamat-lamat suara adzan subuh menggema, perlahan dan sangat lembut menuntunku mengitari alam mimpi melayang-layang bersamamu.

Ah, tanpa terasa saat aku terbangun 3 jam lalu, ternyata, batas waktu satu jam tak cukup menuliskan geliat  bayanganmu menari-nari didalam imajinasiku. Mengusir pesona wajahmu, menepis tatap tajam matamu,  dalam batas waktu satu jam adalah bentuk kepongahanku, biar aku tak terlihat rapuh, dan tak diremehkan dunia.  

Ya ya ya! Harus aku akui, takkan cukup satu jam saja menuang luapan rasaku tentangmu kedalam note ini.  Dan aku hanya bisa berdoa, semoga cinta diam-diamku padamu dirubah oleh tuhan, menjadi cinta saling memiliki, walaupun itu hanya berlaku satu jam saja. Yah cuma satu jam saja memilikimu. Itu sudah anugerah terindah sepanjang hidupku.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More