Ungkapan cintaku Lebih Kerbis dari Simbol Taj Mahal

Subtansi pengungkapan cinta terpendamnya Santri kenthir pada gadis pujaannya, itu sama halnya kisah cinta tulusnya Shah Jehan pada isterinya Mumtaz ul Zamani.

Awas! Saat Kaum Gay Bergentayangan Di Facebook Ku

Tulisan ini sekedar berbagi pengalaman unik selama berjejaring di facebook. Bukan untuk menghukumi minoritas kaum Gay.

12 Sep 2011

Puisi Sotoy dari Keponakan


"Sotoy itu apa Om?"

"Sotoy itu sok tahu"

"Sok tahu itu apa, Om?

"Sok tahu itu kayak kamu ini. .!!"

"berati Dimas ini adalah Sotoy, ya Om?

"Yups..!!", kataku menjawab singkat sambil melotot biar tidak berkepanjangan. Secepat kilat aku berlalu darinya. Kulihat, Dimas dari lubang kunci pintu sedang mencoret-coret tulisan ditembok kamar. Ku baca tulisannya bermakna mendalam bila dihadirkan dalam ruang dimensi kedewasaan. Kira-kira kalau digubah bait-bait puisi yang ditulisnya menjadi uraian sebagai berikut:

Aku adalah Sotoy..

Omku juga sotoy..

Kamu juga sotoy..

Temanku juga sotoy..

Guruku teramat Sotoy

Bapak-ibuku apalagi..Sotoy-toy!!

Mereka semua sotoy..

Aku, Kamu, Omku, temanku, guruku, bapak-ibu, mereka, semuanya sama-sama sotoy!!

Semua pada bilang sotoy...

Sotoy katanya sok tahu..

Tapi sok tahu itu apa? semua malas menjelaskan..

Mereka semua bilang angka 1 adalah satu

Tapi mereka malas menjelaskan 1 terbuat dari apa? Kenapa dikatakan satu? Kenapa Menjadi satu? Kenapa harus satu? Kenapa semua sepakat itu satu?

Dan seterusnya dan seterusnya... yang bisa bikin ketahuan ke-sotoy-anmu...!

Aku memang sotoy makanya aku bertanya...

Kalian tidak pernah bertanya maka kalian adalah benar-benar sotoy..

Tahukah kamu sotoy itu apa?

Sotoy adalah: ....Aku adalah aku...Kamu adalah kamu...Mereka adalah mereka!!! Aku adalah kamu...Kamu adalah mereka...Mereka adalah aku..? Aku Bukanlah Aku..Kamu bukanlah kamu...Mereka bukanlah mereka!!! Aku bukanlah kamu...Kamu bukanlah mereka..Mereka bukanlah aku..?

Ternyata sotoy itu membingungkan,bukan? Dan memusingkan, bukan?

Maka begitu pula dengan satu..

Silahkan anda jelaskan sendiri satu itu apa.........?

Salam Santri Kenthir

Ratap Pilu Perempuan Pinggiran pada Seni Pinggiran



“Buk Yon, kopi!”, pintaku sambil langsung duduk diwarung buk Yon. Sekitar lima tahunan aku sudah tidak pernah nyangkrok diwarung buk Yon. “Sih, kapan datang Tir?, tanya buk Yon dengan mimik muka khasnya. Buk Yon masih tetap seperti dulu, ramah dan ngayomi. “Kamu kemana saja, Tir? Tinggal dimana sekarang?” Tanya Buk Yon.  “Aduh, aku merantau kemana-mana buk! Sekarang saya tinggal dipesantren Jambuan-dekat kaliurang. Gimana kabar karimata, buk?, tanyaku balik pada Buk Yon
“Karimata sepi. Hanya rame kendaraan bermotor. Sudah tidak ada kesenian jaranan, lengger. Sejak kamu tak disini tak ada lagi yang mau nanggap lengger dan jaranan.” Dengan nada bangga, terus saja buk Yon nyerocos. Bercerita kisah pentas seni lengger tahun 2004 sampai perkembangan jaranan disekitar rumahnya yang sering ditontonnya.
Perbincangan dengan buk Yon itu terjadi dua bulan yang lalu. Saat pertama kali saya datang diwarungnya. Narasi diatas terjemahan dari bahasa madura, bahasa sehari-hari yang biasa saya gunakan berkomunikasi. Sedang kalimat, “Sudah tidak ada kesenian jaranan, lengger. Sejak kamu tak disini tak ada lagi yang mau nanggap lengger dan jaranan”, merupakan kejadian sewaktu saya masih aktif dijalan karimata bersama sahabat-sahabat Islam Kiri terlibat dengan buk Yon dan masyarakat asli Karimata dalam pentas kesenian tradisi. Mulai dari lengger sampai jaranan.
Sedikit yang tahu, tentang buk Yon sangat ideologis pecinta seni tradisi terutama seni lengger, seni Ludruk, dan seni jaranan. Maklum ketiga seni tradisi ini sangat dekat dan akrab dengan lingkungan masyarakat buk Yon dibesarkan. Andai reog yang jauh di kecamatan Ambulu itu sering datang manggung kelingkungan masyarakat buk Yon, mungkin dia kesengsem juga.
Bangga sekali dipuji buk Yon. Sekaligus terharu: “Sejak kamu tak disini, tak ada lagi yang mau nanggap lengger dan jaranan” 
Antara Ideologi kaum pinggiran dan seni tradisi yang terpinggirkan
Buk Yon adalah representasi penduduk lokal sepanjang Karimata sampai kali-urang. Jember- Layaknya penduduk desa umumnya di jawa timur, ia terus menerus terdesak oleh perubahan-perubahan sosial tak berpihak. Keterdesakan masyarakat asli sepanjang jalan karimata sampai kali urang disebabkan kekalahannya berkontestasi dengan kaum urban.
Para kaum urban mulai berdatangan dan pelan-pelan meminggirkan penduduk asli dimulai, terutama sejak industrialisasi lembaga-lembaga pendidikan dan pengembangan perumahan bermunculan. Lembaga pendidikan Unej dan terutama Unmuh-Jember merupakan biang keladi utama arus modernisasi yang disambut dengan pembangunan fisik dimana-mana. Proses modernisasi (industrialisasi pendidikan, perumahan, ruko, dll) disepanjang jalan karimata tanpa mendorong penduduk asli terlibat didalamnya menyebabkan banyak tanah warisan dijual kepada para pendatang.
Jika dikontraskan dengan laju perkembangan ekonomi para pendatang, realitas sosial penduduk karimata asli merupakan pelengkap pekerja kasar dan hanya pengais sisa ekonomi yang berputar. Setelah tanah-tanah mereka dulu dijual dengan harga murah kepada pendatang dan oleh pendatang tanah tersebut disulap menjadi harga tanah yang sangat mahal. Kebanyakan mereka menyingkir wilayah pelosok timur. Dan yang bertahan disepanjang jalan karimata memilih menjadi buruh kasar atau sekedar berjualan kopi seperti yang dilakukan buk Yon. Demikianlah, moderinasasi sepanjang jalan karimata menyebabkan penduduk asli karimata menjadi marginal sebagai mayoritas penjual kopi dan tukang becak, buruh toko, kuli bangunan.
Orang-orang terpinggir sepanjang jalan karimata, termasuk buk Yon adalah orang-orang kalah oleh kondisi sosial ekonomi dipanggung politik kehidupan. Orang-orang ini lebih memilih mengalah. Mengalah bukan untuk menang tapi untuk bertahan agar ia tidak punah. Hanya ini yang bisa ia pilih ketika ruang kontestasi politik ekonomi dan sosial didominasi kaum pendatang.
Sebagai penduduk awal dibumi karimata yang kemudian termarginalkan, menjadikan psikologi sosialnya terintegrasi kedalam diri sebagai kami. ‘Kami’ dalam arti sebagai proses mencermati dan membanding-bandingkan orang lain yang ada disekitar untuk kemudian membentuk identitas diri. Sedang mereka para pendatang yang berada dirumah-rumah mewah, dikampus, atau para kaum kapitalis karimata, adalah sebagai pihak yang dibandingkan dan diidentifikasi bukan ‘kami’. Walaupun dalam interaksi sosial dipermukaan tak terjadi differensiasi sosial tapi setelah kembali pada habitat sosialnya, maka identitas sebagai ‘kami’ itu hidup kembali. Memang karimata telah berubah menjadi milik heterogen masyarakat urban tetapi sebagai ‘kami’ tak kan hilang dalam solidaritas antar penduduk karimata asli.
Orang-orang karimata asli lebih banyak mengalah daripada berebut dilevel ekonomi atas. Oleh karenanya ideologi yang lebih cocok dan melekat dengan sendirinya tanpa perlu doktrinasi, adalah ideologi survival. Ideologi survival adalah sistem pemaknaan dan praktik hidup masyarakat karimata asli mengutamakan jalan keselamatan diri dan keluarganya daripada melakukan perebutan spekulatif yang berisiko tinggi.
Berposisi dan diposisikan dipinggiran ekonomi yang berputar disepanjang jalan karimata maka yang bisa dijadikan ladang untuk mengais ekonominya adalah lahan ekonomi pinggiran. Menjadi tukang becak, penjual kopi, buruh toko, tukang sapu, satpam, kuli bangunan dan lain-lain adalah lahan yang berguna menopang logistik ideologi survivalnya.
Solidaritas terbangun bukan dicipta untuk melakukan pembangkangan sosial bersifat kolosal atau merobohkan kaum kapital (seperti yang digembr-gemborkan kaum marxis ortodok). Solidaritas terjadi untuk penguatan lahan-lahan pinggiran yang sudah mereka kuasai agar tidak direbut juga oleh para pendatang:
“Tanah warung kopi buk Yon, adalah tanah milik seorang pendatang (etnis tiongkhua) selama 16 tahun ditempati buk Yon. Sampai sekarang buk Yon dibiarkan berjualan diatas tanah itu tanpa dipungut biaya sewa tanah. Termasuk pula tanah-tanah yang ditempati penjual warung kopi lainnya bebas biaya sewa. Atau panggkalan tukang becak disamping warung buk Yon dari dulu sampai sekarang orang-orangnya asli penduduk setempat dan itu-itu juga. Tidak seperti disurabaya atau tempat lainnya dimana pangkalan becaknya dikuasai tukang becak pendatang”.
Diruang permukaan sosial rasa ke-kami-an mereka tidak terlihat bahkan cenderung disembunyikan sebagai jalan idelolgi survivelnya. Orang-orang ini lebih memilih interaksi “seakan –akan telah menjadi / menuruti” para pendatang, demi mendapat keuntungan kecil-kecil Namun dibawah permukaan sosial sering terjadi pergolakan diri untuk benar-benar mengalahkan mereka dalam kuasa sebenarnya bukan diri orang-orang yang terus menurut dan selalu menjadi orang-orang kalah.
Di segala ruang publik banyak momen-momen sosial didominasi oleh ‘mereka’ para pendatang. Mulai dari khotbah jum’atan sampai even hiburan masyarakat selalu dimainkan bukan oleh orang-orang karimata asli. Hampir jarang orang karimata asli menjadi aktor pemain disetiap momen sosial kecuali acara tahlilan keluarga yang meninggal.
Satu sisi, selalu menjadi orang pinggiran dan tak diberi peluang menunjukkkan identitas sejatinya diruang publik, (yakni orang-orang yang juga harus diakui sebagai yang terlibat aktif diatas panggung sejarah karimata) merupakan luka-luka sosial yang perlu disembuhkan mereka. Keadaan luka sosial demikian hanya bisa disimpannya di ruang batin terdalamnya. Disisi yang lain, ruang batin tersebut merindukan tradisi masa lampau sebagai bayangan identitas pinggiran kini (efek fantasi kekalahan terus-menerus dipanggun politik modernitas) ingin selalu dihadirkan, ditegakkan, dan dirawat sebagai tradisi luhur untuk membentengi diri dari manuver-manufer perubahan sosial. Tradisi leluhur merupakan manivestasi identitas sejatinya mengahadapi carut-marut budaya yang menggelisahkan eksistensialismenya.
Demikianlah pembacaan saya waktu itu melihat kondisi sosio-historis masyarakat asli karimata yang terbentuk menjadi tatanan sosial masyarakat pinggiran. Bersama sahabat-sahabat PMII Unmuh, berencana mengatasi ketertindasan identitas kaum pinggiran dengan (berpihak) menggelar pentas seni tradisi lokal masyarakat karimata disetiap pelantikan pengurus baru PMII Unmuh. Seperti yang sudah saya sebut diatas; Reaksi buk Yon luar biasa antusias. Tanpa diminta ia menyilahkan tempat dan menanggung konsumsi untuk para pemain lengger.
Hal apa yang menyebabkan buk Yon antusias, bahkan rela terlibat mengorbankan materi untuk demi seni lengger?
Seni tradisi seperti lengger, ludruk, jaranan, reog, dan lain-lain yang masih eksis dijember merupakan ruang perayaan eksistensi kaum marginal pedesaan. Bisa dipastikan kebanyakan seni tradisi yang masih eksis ini pendukung utamanya adalah buruh tani. Jaranan di Balung misalnya, saya perhatikan kehidupan para senimannya sehari-hari sebagai buruh tani atau buruh bangunan. Pun penontonnya, tingkat strata sosialnya rata-rata terbatas sebagai kelas buruh desa.
Seni tradisi (jaranan, ludruk, lengger dll) adalah kesenian terpinggir dan dipinggirkan dari pentas publik popular. Banyak faktor peminggiran, mulai yang dilakukan oleh negara, islamisasi sampai modernisasi. Namun demikian seni tradisi itu tetap berkibar dan dirayakan oleh orang-orang pinggiran sampai kini.
Seni lengger maupun seni jaranan walau pun masih tradisional memuat nilai pemberontakan dan perlawanan pada keadaan yang menindas kaum buruh setiap harinya. Tak heran buk Yon antusias dan sepertinya ada sinyal jejaring asmara dengan Lengger, ketika saya dan sahabat-sahabat PMII Unmuh menyodorkan kerjasama pentas seni Lengger.
Didalam seni jaranan, para kaum buruh tani yang sehari-hari tertindas oleh sistem sosial dan tak memungkinkan pamer kuasa di ruang publik, dengannya kuasa kaum buruh diruang publik itu diekpresikan. Pun seni lengger yang oleh kelompok mainstream distreotipkan sebagai kesenian gilani, norak, melanggar kaidah agama, ketinggalan jaman, dsb, ternyata tak mengerdilkan para pemain dan penontnnya yang nota-bene kaum pinggiran merayakannya bersama. Dengan lengger, kuasa orang-orang kalah itu dipublikasikan, dikontestasikan dengan mainstream. Walau tak memenangkan abadi tapi minimal ia telah menghadirkan diri sebagai ‘kami’ yang masih eksis dan bergulat ditengah arus mainstream.
Bersama jaranan, lengger, ludruk, dan seni tradisi lainnya perlawanan kaum terpinggir dimulai diatas panggung politik kehidupan. Oleh karenanya buk Yon merasa, dan sahabat-sahabat PMII unmuh (tindakan berpihak), telah memulai pemberontakan pada kemapanan (kondisi sosial mapan seringkali mengorbankan kondisi sosial orang-orang teraniaya, termasuk disepanjang jalan karimata.) Sebuah tindakan bersama yang telah menghadirkan diri berposisi beda dan sedang merebut medan kuasa ruang publik. Sekaligus menancapkan bendera seni tradisi lengger dan jaranan sebagai benteng pertahanan mental terakhir orang-orang asli karimata.
Tak dinyana pentas seni lengger yang diselenggarakan tahun 2004 (hasil kolaborasi buk Yon dan PMII Unmuh) mampu menyedot solidaritas penduduk asli karimata yang sudah terpencar dipelosok-pelosok,lalu berduyun-duyun hadir merayakan bersama dan lebur dalam tarian nakal lengger. Walhasil, pentas seni lengger telah mampu benar-benar mengalahkan ‘mereka’ dalam kuasa sebenarnya. Dengan perayaan seni lengger, diri orang-orang pinggiran telah menunjukkan pemberontakannya untuk tidak terus menjadi penurut dan tidak sedang menjadi orang-orang terkalahkan.
Sekarang mungkin buk Yon sedang kesepian mengenang peristiwa itu, menurut penuturan buk Yon, sampai kini belum ada pentas seni tradisi serupa diseputar jalan karimata. Ia kepingin menggelarnya lagi. “Aduh saya sekarang hanya bisa memendam rasa itu, buk Yon! Maafkan saya buk, mungkin saya hanya bisa berjanji, kelak gelar seni tradisi itu akan terjadi lagi, tapi belum bisa menepatinya untuk saat-saat ini. Sama sepertimu buk, asmara hati ini pada seni tradisi hanya bisa disimpan dalam hati. Seperti lagu Iwan fals, buk: Simpan saja rindumu. Jadikan telaga. Agar tak usai mimpi panjang ini…….”

Salam Santri Kenthir

Sahur-Sahur Bersama Seni Jaranan




Sahur Sahur dengan Jaranan

oleh Santri Kenthir pada 05 Agustus 2011 jam 0:43

Bagi yang sudah tahu dan pernah tinggal dijember selatan (Jawa Timur), tepatnya diseputar kecamatan Ambulu, Wuluhan, Dan Balung, bulan ramadhan seperti sekarang merupakan ajang anak muda meramaikan tradisi saur-saur jika tengah malam telah tiba sampai waktu imsak (waktu dimulainya puasa). Tradisi saur-saur sudah jamak terjadi dan berlangsung turun temurun. Musik pengiring saur-saur yang diusung kebanyakan musik patrol atau sebatas sound system keliling dengan harapan para penduduk yang dilewatinya terbangun dari tidurnya dan segera bersiap makan sahur.

Namun jaranan dalam tradisi saur-saur adalah hal asing dan sedang berlangsung sejak pasca reformasi. Seiring dengan bebasnya penduduk desa menanggap jaranan, rupanya kelompok jaranan tak sungkan lagi ikut meramaikan tradisi saur-saur bulan ramadhan. “Kurang lebih tujuh tahunan dari sekarang, saur-saur jaranan telah ada tiap malam berkeling pada bulan ramadhan” demikian ujar Pak Namo salah satu pimpinan kelompok jaranan yang ada dibalung mengkonfirmasi pada saya.

Rombongan pemuda saur-saur jaranan malam itu  membuat saya semakin takjub pada seni jaranan dan saya dibuat banyak belajar tentang yang tersirat didalamnya. Ditilik dari semangat 45-nya, keikhlasan berkesenian, kekompakan dan kefasihannya menguasai seni jaranan ( umur mereka rata-rata 20- tahunan), saya kira, siapapun terutama mereka yang mengklaim dirinya ber seni tinggi patut malu pada mereka (seni jaranan) yang distigmakan sebagan kesenian rendahan.

Saya mencurigai (berprasangka baik) setelah lama mengikuti atraksi-atraksinya malam itu, bahwa sebenarnya  anak-anak muda itu tidak hanya sekedar meramaikan saur-saur bulan ramadhan, tetapi lebih dari itu mereka sedang mengusung dan mempertontonkan historitasnya, sedang mewacanakan neo-ideologinya, tentang pergeseran identitasnya, atau sedang mempanggungkan ragam makna, multi kultur dan lain-lain. Apabila dugaan saya ini benar, maka anak-anak muda itu pantas mendapat harta karun pahala dari tuhan.:D

Apa yang mereka telah tunjukkan bisa digaris bawahi, bahwa mereka telah melakukan aksi perayaan keragaman umat islam Indonesia. Diakui atau tidak, pendukung seni jaranan merupakan bagian dari umat islam. Itu faktuil. Mereka sholat dan berpuasa tapi pilihan keseniannya adalah jaranan.:)

Mudah-mudah-mudahan keberadaan saur-saur seni jaranan dibulan ramdhan ini menjadi oto- kritik pada PBNU dalam memandang seni jaranan selama ini. Kok dikait-kaitkan dengan NU? NU yang berpaham Islam rahmatan lil `alamin (Islam sebagai rahmat bagi alam semesta) tentu akan lebih mudah menyapa mereka dari pada kelompok Islam garis keras lainnya.  Jadi saya berharap dengan ini PBNU mengeluarkan fatwa bahwa Seni Jaranan adalah kesenian Umat Islam Indonesia. Dalam skala luas, PBNU sangat perlu menyelamatkan seni tradisi umat islam Indonesia yang keberadaannya terus terdesak oleh jaman.  He..he..jadi ngelantur.

Saur-saur ala jaranan yang diusung anak-anak muda itu bukanlah peristiwa remeh temeh, hanya sekedar meramaikan even tahunan bulan ramadhan, tetapi, mereka menghadirkan sejarah keterpinggiarannya selama ini. Hal ini terlihat pada semangat dan aksinya dalam berkeliling kampung; sebagai orang pinggiran dan kesenian yang dipinggirkan, memicu semangat dan aksi pantang menyerah dalam berkeliling kampung tiap malam, walau tidak dapat manfaat secara material baginya, terpenting telah mementaskan diri pada ruang publik. Kira-kira, kepuasan batinlah yang mereka kejar, disamping dapat pahala telah mengisi bulan ramadhan, mereka juga puas memainkan dan menghadirkan diri dari pinggir ketengah-tengah ruang publik wacana umat islam. Jika ini dilakukan terus menerus dan dilakukan serentak oleh kelompok jaranan-jaranan lain, tidak mustahil kelak jaranan, bukan hal aneh lagi, bisa tampil diacara-acara Imtihan pesantren. :)

Semangat dan aksi mereka sungguh luar biasa. Mereka start perjalanan dari desa Balung Kulon sampai berkeliling kecamatan balung memakai waktu sekitar empat jam. Sambil mengayuh sepeda dan becak, mereka menabuh alat-alat musik jaranannya. Lalu beberapa orang kampung meminta mereka memainkan jaranan dihalaman pos kamling yang lebih luas. mereka berhenti dan menerima tawaran itu dengan senang hati.

Layaknya sedang mentas pada acara-acara formil pesta perkawinan, anak-anak muda ini bermain total. Dua pemain (umurnya sekitar 14 tahunan) yang semula normal-norma saja mendadak kesurupan dan mereka 'ndadi' dengan tarian-tarian khas jaranan.

Lagi-lagi saya dibuat takjub. Bukan karena tarian 'ndadinya' dua pemain itu. Kalau hal demikian sudah biasa saya saksikan. Namun seiring dengan itu, poskamling yang jadi pentas riuh musik jaranan itu letaknya tak jauh dengan masjid yang sedang menggelar tadarrusan dengan menggunakan pengeras suara. Dan masing-masing kedua kelompok ini tak merasa terganggu. seakan-akan sudah saling mengerti dan menoleransi. Anak-anak muda itu dan orang-orang kampung yang menanggapnya tidak merasa menganggu orang-orang ngaji dimasjid. dan orang masjid juga tidak merasa diusik oleh riuhnya musik jaranan. "Sama-sama sedang mengisi bulan ramadhan. sama-sama sedang mencari ridha tuhan. Jadi perasaan-perasaan su`udhan pada yang lain yang berbeda sudah tidak berlaku." kira-kira begitu yang ada dibenak mereka.

Sungguh itu peristiwa kultural yang luar biasa. Siapapun tak bisa memastikan dan menjamin kalau yang ngaji dimasjid itu bacaannya lebih diterima tuhan daripada senandung lagu-lagu jaranan dengan penari yang kesurupan. Tapi umumnya orang sudah memastikan peristiwa kultural tersebut dengan asumsi: "karena jaranan sudah kesurupan berarti pasti sudah bersama setan, lebih diterima setan, daripada diridhoi tuhan dan pasti keneraka kelak. Sedang yang ngaji dimasjid itu membaca firman tuhan, walau tidak tahu arti dan maknanya, pasti lebih diterima tuhan, dapat pahala, dan kelak masuk surga".
Tentu tidaklah bisa dipastikan demikian dan dijamin kalau yang ngaji lebih diterima tuhan dan yang jaranan dilaknat dan masuk neraka. Bisa jadi terbalik. Terserah tuhan dong. Itu wewenang mutlak tuhan. Yang bisa dipastikan, bahwa diantara mereka telah terjadi toleransi, jalinan saling mengerti dan memahami, kalau diantara mereka sedang sama-sama mengisi bulan ramadhan. Sama-sama ingin mendapat ridha tuhan. walllahu`alam bisshawab. (hanya tuhan yang paling tahu. kita semua tidak tahu hanya FPI dan sepaham dengannya saja yang sok tahu). :)

Saya kira siapapun yang melakukan kebajikan dengan sikap toleransi tinggi, itu sudah memenuhi subtansi agama. Tentu hal demikian akan diridhoi Tuhan.
He..he tanpa terasa dua buah lagu jawa banyuawangi telah usai dimainkan mereka dan yang ndadi (penari yang kesurupan) telah siuman. tanpa dikomando mereka bergegas meninggalkan pos kamling dengan kompaknya. menaata alat musiknya kembali pada posisi diatas sepeda dan becaknya. dan berkeliling kembali..."saur...saur...iki jaranan...iki jaranan...dan seterusnya..." suaranya semakin jauh terdengar.






 ·  · Bagikan · Hapus

Salam Santri Kenthir

Obat Stress Paracintamol

Salam Kenthir



Anda Sakit malarindu akibat cinta!!!, tenang saja kini hadir PARACINTAMOL solusinya…
mengobati berbagai penyakit cinta dengan komposisi :
20% kangen,
20% Pelukan,
20% ciuman,
20% serbuk perindu,
dan 20% kasih sayang
Indikasi : sehari 24 jam, pagi, siang, sore, malam
efek samping :
Banyak melamun, susah tidur, senyum-senyum sendiri
INGAT…bila Cinta berlanjut hubungi PENGHULU…. hehe

Status Santri Kenthir


  • Please...!!keluarkan aku dari surga tandus ini kedalam kenikmatan nerakamu sayang (Sat, 19 Dec 2009 18:54:51 GMT)
  • Merenung kembali keberadaan sesuatu yang aku yakini dan kalian. "Tuhan ada? itu katanya. Malaikat ada itu katanya. Utusan tuhan itu datang, katanya. Dan kebenaran masa depan, itu juga katanya. Kita semua benar2 tidak pernah tahu persis!!" (Fri, 08 Jan 2010 00:42:06 GMT)
  • Menurut saya: Tuhan itu satu yakni Tuhan yang maha Kuasa ..tapi realitasnya sehari-hari kita menyembah banyak tuhan. Bagi yang telah menyembah Saifulrahman sebagai tuhan...tolong insaflah ..kembalilah pada jalan yang lurus dan benar.. (Wed, 13 Jan 2010 05:55:25 GMT)
  • TUhan jika aku kau takdirkan kelak disurga...Aku takkan minta para bidadari menemaniku...tapi tempatkanlah aku dengan kekasih hatiku...dan satu lagi.. koneksi internetnya jangan kau putus biar aku masih tersambung dengan temanku dedek yang di neraka... (Sat, 16 Jan 2010 11:51:53 GMT)
  • Menyiapkan mental: "Jum'at akan datang aku berani g ya menginterupsi hotbah jum,at jika materi hotbahx berisi fatwa haram merokok?" (Tue, 23 Mar 2010 20:37:38 GMT)
  • Kepingin menjadi pembela utama luna maya, tp sayang, luna maya yang satu ini sibuk dengan adukan wedang kopinya. luna maya tak perduli atas gunjingan para tetangganya, yang pernting dia bisa menafkahi keluargnya dg brjualan kopi didesa balunglor. (Wed, 30 Jun 2010 07:39:24 GMT)

Semoga Menginspirasi

Menggugat Perayaan Kemerdekaan



Bagi kaum buruh kasar, perayaan hari kemerdekaan  hanyalah keramaian kampung; berderet umbul-umbul dan bendera, segala bentuk perlombaan dari membaca puisi (deklamasi), balap karung, sampai panjat pinang, dan pertunjukan seni drama perang-perangan di malam hari.
Itulah persoalannya. Kita selalu disuguhi dan diajak mengenanig masa lalu hampir sepanjang tahun dalam berbagai bentuk ritual dari seminar, berdebat di media, karnaval, mnengheninglcan cipta, hingga sekedar libur kerja dan sekolah. Rritual-ritual untuk mengenang hari-hari keramat masa lalu kita seperti itu memang seolah memerlihatkan “totalitas” atau kesadaran kolekfif yang tunggal, tetapi sekaligus menghadirkan begitu banyak makna (interpretasi) yang berbeda-beda. Totalitasnya mempesona, meski sebagai peristiwa komunal ia tak juga mampu mendefinisikan  individu warga secara tegas. Di dalam perayaan kemerdekaan semua orang sepakat dengannya, tetapi tidak ada jaminan sedikit pun bahwa setiap orang setuju bagian-bagian tertentu darinya. Dengan demikian, sebenarnya perayaan kemerdekaan lebih pas dikatakan sebagai komunalitas yang terdiri dari individu-individu yang bukan saja berbeda pandangan dan orientasinya, tetapi, dan ini yang penting, tetap berada dalam keberbedaannya. Sebagai kerurnunan, perayaan kemerdekaan adalah bahasa argument, bukan koor harmoni. Di dalam hari kemerdekaan, konsensus dapat terbangun, tetapi setiap individu tidak hanyut sama sekali. Kebersamaannya terjaga, tetapi representasi individu tetap mungkin dan menjadi penting.
Kita memang bisa bilang “belajar dari masa lalu untuk masa depan”, “membaca masa lalu dengan perspektif masa kini”, atau  “hidup dilalui ke depan, tetapi dipahami ke belakang”. Tetapi melaluinya, ternyata tidak semudah mengatakannya. Meniti hidup ke depan dari pengalaman masa lalu, paling tidak dari pengamalan kekinian, ternyata tidak semulus yang dibayangkan, bukan karena masa depan bagaikan sebuah rimba yang tak mudah ditebak din dipetakan, tetapi masa lalu itu juga sebuah ruang terbuka yang mendorong multitafsir bahkan imajinasi yang juga teramat sulit dipetakan. Benar apa yang dikatakan sejarawan seperti Taufik Abdullah bahwa sejarah adalah “negeri asing”, tempat orang berbuat yang aneh-aneh. Lalu bagaimana jadinya, jika masa depan yang tanpa peta dipertemukan dengan (dibangun atas dasar) masa lalu yang berupa “negeri asing” yang juga hanya sebuah anak panah yang terlepas dari busurnya, sehingga siapapun bisa berbuat yang aneh-aneh terhadapnya.

Semoga Menginspirasi

Puisi Kentir Mengurai Jejak Penyesalan Hidupku


“Cinta tak akan memberikan apa-apa pada kalian, kecuali keseluruhan dirinya, dan ia pun tidak mengambil apa-apa dari kalian, kecuali dari dirinya sendiri. Cinta tidak dimiliki dan memiliki, karena cinta telah cukup untuk cinta. Dan juga janganlah kalian mengira bahwa kalian dapat menentukan arah cinta, karena cinta apabila telah menjatuhkan pilihan pada kalian, dialah yang akan menentukan perjalanan hidup kalian.”


Mestinya kata-kata  yang sarat makna diatas selalu menjadi rujukanku dalam menilai  nasib tragis perjalanan cintaku.  Mestinya aku tak perlu menyesali, mengapa itu harus terjadi.  Tapi entahlah, selalu saja perasaan penyesalan mendalam  sering berkecamuk meratapi kebodohanku saat bersamanya.
__________________________________________________________
“Aku tidak terima jika omonganmu disepelekan, kamu sering dicibir oleh teman-teman dikampus. Padahal yang kutahu pemikiranmu sangat cerdas” Kata Nining dengan suara lantang waktu itu.
“Lho, aku gak apa-apa, kok malah kamu yang sewot!” Kataku menangkis nada  kecewanya Nining. “Baik dan buruk yang kuterima, Allah lah yang menentukan. Bukan aku. Terpenting kebenaran pikiranku sudah kusampaikan, selanjutnya bukan urusanku lagi,   tapi Urusan Allah.”
“Tahu kenapa, mereka selalu mencibir omonganmu?” Ujar Nining berusaha memprovokasi jalan hidupku.
Keningku berkerut, aku hanya menggelengkan kepala.
Sembari menunjuk dengan jari, Nining menimpakan jawaban, “karena kamu tidak berkuasa atas mereka. Coba kamu menjadi penguasanya, aku yakin mereka mengangguk kagum setiap celotehmu. Seperti halnya aku ini.”
Aku tercenung.
“Terus apa yang harus kulakukan, Ning?”
“Kamu harus menjadi pemimpin lembaga kemahasiswaan. Semakin banyak lembaga mahasiswa yang kamu pimpin, berarti semakin luas kekuasaanmu. Dengan demikian,  mereka takkan mencibirmu lagi.”
Provokasi Nining berhasil munumbuhkan sayap kebimbanganku. Satu sisi, itu  sebagai tantangan baru sebagai laki-laki dalam dunia kekuasaan, tapi disisi lain, prinsip hidupku untuk tidak terlibat mengejar gebyar duniawi mulai terguncang.
Beberapa minggu kemudian, disalah satu lembaga ekstra kemahasiswaan islam kiri yang baru berdeklarasi, aku terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum. Semua anggota didalamnya bersuara bulat memilihku sebagai ketua umum.
“Byurrr, byurr!!”
Tiba-tiba dua timba yang berisi air got mengguyur sekujur tubuhku. Sebagai ucapan selamat atas terpilihnya menjadi Ketum Pergerakan Mahasiswa Islam Kiri.
Aku tak percaya. Aku tak mengerti. Mengapa aku yang tak pernah menginginkan jabatan itu,  namun ajaib semua anggota pergerakan mendaulat diriku sebagai ketuanya. Dan mengapa pula ucapan selamat mereka dengan mengguyurkan air got ketubuhku?
Selesai membersihkan tubuhku dari kotoran air got dikamar mandi, kondisi mentalku masih saja rapuh.
Salah satu temanku memaksa mengajak ke salah satu kafe favorit yang ada didekat kampus.
“Aku tak punya uang untuk acara traktir-traktiran!”
Aku sangat khawatir, bahwa temanku itu minta ditraktir makan-makan sebagaimana lazimnya pesta terpilihnya pucuk pimpinan disebuah organisasi.
Namun temanku terus saja menyeret. “Beres. Gak usah kamu pikirkan. Ada yang menunggumu disana  Sudah ada yang mau nanggung, kok!“
Sesampai dikafe, ternyata Nining  bersama dua orang teman sedang menyambutku duduk dimeja makan dengan senyum kemenangan.
“Hehehe…selamat ya?” Ujar Nining sembari mengulurkan tangan.
“Iya, terima kasih. Tapi ngapain kalian ada disini.” Timpalku dengan rasa curiga telah terjadi persekongkolan  diantara Nining dan mereka.
“Santai. Kamu duduk saja dulu. Wahai, bapak ketua kami yang baru, pesan makanan apa, dan minumannya apa!?”  Nining berseloroh terlihat lebih menguasai keadaan dan berusaha mencairkan suasana hatiku.
“Nggak, nggak, aku pesan kopi saja. Tapi tolong jawab pertanyaanku…”
Aku tak sabar untuk selekasnya mendapat jawaban, kenapa aku tepilih secara aklamasi menjadi ketum pergerakan ini. “Ada persekongkolan apa gerangan diantara kalian?”
“…..”
Salah satu teman yang duduk disebelah Nining memberi tanda kedipan mata dan melirik  kearah Nining.
Barulah aku tahu, bahwa skenario diriku terpilih secara aklamasi  hasil setting politik Nining yang dibantu oleh teman-teman geng sefakultasnya. Dan aku  menjadi paham, rupanya Nining dengan cara diam-diam menyusun strategi dan rencana merealisasikan omongannya beberapa minggu lalu.
“Dan dua timba air got yang disiramkan itu bertanda agar kamu selalu ingat, bahwa kekuasaan itu cenderung korup. Mudah diselewengkan untuk kepentingan pribadi”  Ujar Nining dilain waktu mengingatkanku.
Seiring berjalannya waktu, minggu berganti bulan, tanpa terasa sudah 7 bulanan aku mengemban amanat sebagai ketua umum pergerakan Islam kiri. Dalam masa itu aku banyak perkembangan, dan tentu saja banyak pula perubahan yang berarti. Selain aku mulai gandrung dengan pemikiran-pemikiran kiri marxis, hari-hari  aku super sibuk dengan kegiatan diskusi informal, memimpin rapat, memimpin jurnalistik, memimpin dewan perwakilan mahasiswa, dan lain-lain.
Nining benar, serta merta sikap teman-teman yang mencibir dan menyepelekanku selama ini menjadi lenyap berganti kekaguman padaku sebagai fenomena baru sosok mahasiswa yang idealis.
Namun semua itu berakibat pada: “Setiap pilihan hidup akan selalu disertai dengan resikonya.”
Kelengketan hari-hari  bersama Nining seperti dulu menjadi hilang, terganti,  dengan kesibukan demi kesibukanku dalam gelimang kekuasaan sebagai tokoh mahasiswa.
“Aku sudah berhasil, mengantarmu menjadi dirimu.” Ucap Nining lirih sambil memainkan jempol kaki mengetuk-ngetuk trotoar menunggu hujan reda. “Menurutku begitu. Kamu kulihat sudah sangat menikmatinya. Dan kamu sudah menuai banyak perubahan. Kelak kuyakin kamu akan menjadi orang sangat terhormat”
“Selama ini aku juga telah banyak berubah karenamu. Sebelumnya aku adalah cewek glamour, lalu menjadi ala kadarnya seperti ini, Yah,,,sekarang, aku pun ingin menjadi diri sendiri. Sama seperti mu.” Nining berkata dengan mendalam.
“Maksudmu ingin menjadi diri sendiri, itu seperti apa Ning?”
Aku tak mengerti semua apa yang diucapkan Nining.
“Lihat saja nanti!” Ucap Nining sambil berlalu.
Pertokoan dijalan karimata itu pun menjadi saksi bisu awal keretakan hubungan suci diantara kami.
Tak sampai berselang bulan, ucapan Nining mulai terlihat  tanda-tandanya.
Mulanya aku mendapat kabar buruk dari Aan Subiyanto, bahwa Nining mulai dekat dengan seorang cowok tampan rupawan. Lalu  ia membuktikan sendiri main ketempat kosnya Nining. Ternyata benar, Nining sedang asik berdua dengan cowok tampan itu.
Tak tahan melihat kenyataan itu aku menyembunyikan diri dikamar Aan Subiyanto, mempelantingkan diri diatas kasur. Berharap kekacauan emosi yang mengganjal ritme jantungku menjadi  stabil kembali.  Jiwaku menggelepar. Tanpa terasa aliran deras emosi dalam tubuhku meledakkan derai air mata.
Api cemburu yang tak pernah membakar itu pun menyulut kelelakianku. Melalap segenap kewarasanku, meluluhlantak seluruh energi kesabaranku, dan membutakan mata hatiku.
Karena aku adalah lelaki yang bertahta kuasa dan penyembah kuasa, maka, siapapun yang mencabik-cabik rasaku haruslah dibayar dengan kekuasaan yang setimpal.
Hidup adalah kekuasaan. Berkurang darinya adalah penderitaan, berlimpah darinya adalah kebahagian.
“iya aku kalah. Kamu yang menang Ning. Karena kamu gadis cantik dan kaya.” Ucapnya bergumam sendirian dikamar sempit Aan tanpa seorang temanpun. “Kalau kamu ingin berubah menjadi dirimu sendiri. Kenapa kamu memilih jalan seperti itu. Tidakkah disana saja jauh dari mataku.”  gumamku dengan Tangan mengepal memukul-mukul guling.
“Aku pemuda miskin. Tidakkah itu sangat menyakitkanku, Ning? Yah…aku memang miskin. Aku paham aku tak layak mendamping hidupmu.  Tapi kamu tak perlu pamer kepadaku akan kehebatanmu.”
Air mataku meleleh.
“Baiklah. Kamu memang lebih hebat dari aku. Karena kamu gadis cantik nan kaya. Tapi kamu akan menyesal telah menyakiti pemuda miskin hingga menangis. Karena aku punya otak yang lebih untuk menuntut sakit hati ini”
Cinta suciku pun lenyap berganti gemuruh dendam membara.
Aku mulai memutar otak kekuasaanku. Aku diam diam menyusun staregi politik pembalasan sakit hatiku. “Hutang materi dibayar materi, hutang rasa dibayar rasa.”
“Tika, bolehkah aku menjadi sahabatmu?” Kataku mulai melakukan pendekatan dengan seorang gadis bernama Tika.
Tika adalah sahabat Nining. Nining dan Tika satu kos dan satu kamar. Aku  tahu, Tika diam-diam mengagumiku. Dan aku tahu, Nining sangat ingin sekali punya sifat lembut seperti Tika. Karenanya Nining merasa minder.
Inilah saatnya melancarkan politik balas dendam untuk membayar rasa sakit yang setimpal pada Nining.
“Ya, boleh lah, mas!” Jawab tika Via telpon. “Tak mungkin aku menolak tawaran persahabatan dari mas Ipul.”
Strategi dan taktik komunikasi rekayasa persahabatan mulai aku lancarkan. Persahabatan sandiwara pun terjalin erat. Tika sangat menikmati jalinan persahabatan bersamaku.
Setiap  aku berkunjung ke tempat kos Nining, aku hanya menemui Tika. Hanya asik ria berdua dengan Tika. Seringkali kebersamaan Aku dan Tika disaksikan oleh mata telanjang Nining. Hingga Nining menjadi terdiam, membisu dalam emosi yang bergejolak.
“Bruuuaaakkk”
Pintu kamar Nining dipelanting dengan keras. Nining menutup pintu kamarnya dengan emosi marah yang meletup-letup.
Suara amarah yang memuncak melalui pelantingan pintu kamar itu sebagai penanda, bahwa Nining sedang kalah oleh permainanku.
Aku menjadi pemenang. Aku sebagai sang juara. Sakit hatiku menjadi terbayar oleh rasa sakit hati Nining.
Nining pun mengakui kehebatanku.
“Kamu memang hebat. Karena kamu memang lelaki cerdas. Aku akui itu dari dulu. Kamu menang, yah, aku memang kalah dari permainanmu. Tapi perlu kamu ingat, bahwa kehebatan dan kemenanganmu itu hanya segini!” Ucap Nining dengan tatap setajam mata elang sembari menunjuk tanda kelingkingnya.
“Aku dekat denganmu. Aku kagum padamu karena otakmu. Tapi ternyata kini, otakmu kau gunakan untuk menyakitiku.”
Air mata Nining terlihat meleleh.
“Ya ya, kamu menang. Aku mohon maaf bila aku pernah salah padamu. Aku pamit mau pulang. Mungkin aku tak kuliah lagi di Jember.” Kata kata terakhir Nining terucap dan takkan pernah terdengar olehnya sampai kini.
“Ning, tunggu. Aku tak mengerti. Tolong jelaskan semua perkataanmu.” Aku  berusaha mencegah Nining pergi. Tapi sia-sia. Nining berlalu tak menghiraukanku lagi.
Setahun kemudian Nining menikah dengan lelaki yang tak pernah dicintainya.
Sampai waktu 7 tahunan aku tak pernah bertemu lagi dengan Nining.
Berusaha mencarinya untuk meminta maaf sedalam dalamnya, namun tak jua aku tahu keberadaannya.
_________________________________
Dan…sampai akhirnya, aku terseret oleh rasa penyesalan mendalam itu ketempat ini, dipelataran pemakaman luas nan rimbun.
Sepasang kupu-kupu kuning terbang dengan lincah diantara rumput-rumput liar dijalan setapak menuju kuburan itu.  Aku berjalan tertunduk menuju sebuah pusara yang terpahat  nama Nining Setiyowati.
“Diliang lahat, jenasah seseorang lambat laun menyatu dengan tanah, sebagai sesuatu benda mati yang sudah mati, tetapi betapa yang mati itu masih begitu penting bagi yang masih hidup?”
Bagiku, Nining yang telah mati satu setengah tahun itu akan selalu bersua dalam memoar hidupku sampai kapanpun. Bukan saja ia cinta sejatiku yang tak berkembang dalam genggaman garis nasib kasih tak sampai, tetapi, Nining adalah arah penentu sejarah perjalanan hidupku sampai sekarang.
Kini, aku datang bertemu  Nining.  Dengan membawa penyeselan masa lalu yang teramat dalam.
Aku dan Nining bertemu lagi dalam ruang yang terpisah.
Aku terduduk sendirian diatas  pusaranya. Sementara Nining berada entah didalam pusara itu, entah diatas sana bersama para peri, entah disurga,  Entahlah, Nining sudah berada ditempat nan abadi.
Selesai membacakan surat yasin dan tahlil. Aku menarik nafas sangat dalam, menaruh sebuah kertas puisi  kentir “tidur” yang pernah membuat Nining terpingkal-pingkal  10 tahun lalu.
“Ning, kubawakan bunga mawar untukmu.  Kali ini, aku jujur  menyatakan cinta terpendam untukmu. Dan,  aku tak menuntut jawaban darimu. Ini juga, aku bacakan  puisi  kentir “tidur”.  Untuk kedua kalinya untukmu. Sebuah puisi yang pernah membuatmu terpingkal pingkal.  Semoga tersenyum selalu dalam kedamaianmu disana, dan semoga pula, tuhan akan memaafkan kesalahan kesalahan kita. Amin! “
Tidur
Mataku capek melihatnya
Tubuhku lelah merasakannya
Aku hanya ingin tidur dan tertidur
Buat apa bangun, jika bangun membuat aku hanya ingin tidur
Aku hanya ingin tidur dan tertidur
Buat apa bangun jika bangun membuat mataku selalu minta tidur
Aku hanya ingin tertidur
Dengan tertidur aku bisa bermimpi indah
Dengan tertidur aku tidak resah
Tidur membuat mataku tak berdosa
Tidur membuat hati dan pikiran terasa disurga
Tidur lagi, ah!


Semoga Menginspirasi

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More