12 Sep 2011

Sahur-Sahur Bersama Seni Jaranan




Sahur Sahur dengan Jaranan

oleh Santri Kenthir pada 05 Agustus 2011 jam 0:43

Bagi yang sudah tahu dan pernah tinggal dijember selatan (Jawa Timur), tepatnya diseputar kecamatan Ambulu, Wuluhan, Dan Balung, bulan ramadhan seperti sekarang merupakan ajang anak muda meramaikan tradisi saur-saur jika tengah malam telah tiba sampai waktu imsak (waktu dimulainya puasa). Tradisi saur-saur sudah jamak terjadi dan berlangsung turun temurun. Musik pengiring saur-saur yang diusung kebanyakan musik patrol atau sebatas sound system keliling dengan harapan para penduduk yang dilewatinya terbangun dari tidurnya dan segera bersiap makan sahur.

Namun jaranan dalam tradisi saur-saur adalah hal asing dan sedang berlangsung sejak pasca reformasi. Seiring dengan bebasnya penduduk desa menanggap jaranan, rupanya kelompok jaranan tak sungkan lagi ikut meramaikan tradisi saur-saur bulan ramadhan. “Kurang lebih tujuh tahunan dari sekarang, saur-saur jaranan telah ada tiap malam berkeling pada bulan ramadhan” demikian ujar Pak Namo salah satu pimpinan kelompok jaranan yang ada dibalung mengkonfirmasi pada saya.

Rombongan pemuda saur-saur jaranan malam itu  membuat saya semakin takjub pada seni jaranan dan saya dibuat banyak belajar tentang yang tersirat didalamnya. Ditilik dari semangat 45-nya, keikhlasan berkesenian, kekompakan dan kefasihannya menguasai seni jaranan ( umur mereka rata-rata 20- tahunan), saya kira, siapapun terutama mereka yang mengklaim dirinya ber seni tinggi patut malu pada mereka (seni jaranan) yang distigmakan sebagan kesenian rendahan.

Saya mencurigai (berprasangka baik) setelah lama mengikuti atraksi-atraksinya malam itu, bahwa sebenarnya  anak-anak muda itu tidak hanya sekedar meramaikan saur-saur bulan ramadhan, tetapi lebih dari itu mereka sedang mengusung dan mempertontonkan historitasnya, sedang mewacanakan neo-ideologinya, tentang pergeseran identitasnya, atau sedang mempanggungkan ragam makna, multi kultur dan lain-lain. Apabila dugaan saya ini benar, maka anak-anak muda itu pantas mendapat harta karun pahala dari tuhan.:D

Apa yang mereka telah tunjukkan bisa digaris bawahi, bahwa mereka telah melakukan aksi perayaan keragaman umat islam Indonesia. Diakui atau tidak, pendukung seni jaranan merupakan bagian dari umat islam. Itu faktuil. Mereka sholat dan berpuasa tapi pilihan keseniannya adalah jaranan.:)

Mudah-mudah-mudahan keberadaan saur-saur seni jaranan dibulan ramdhan ini menjadi oto- kritik pada PBNU dalam memandang seni jaranan selama ini. Kok dikait-kaitkan dengan NU? NU yang berpaham Islam rahmatan lil `alamin (Islam sebagai rahmat bagi alam semesta) tentu akan lebih mudah menyapa mereka dari pada kelompok Islam garis keras lainnya.  Jadi saya berharap dengan ini PBNU mengeluarkan fatwa bahwa Seni Jaranan adalah kesenian Umat Islam Indonesia. Dalam skala luas, PBNU sangat perlu menyelamatkan seni tradisi umat islam Indonesia yang keberadaannya terus terdesak oleh jaman.  He..he..jadi ngelantur.

Saur-saur ala jaranan yang diusung anak-anak muda itu bukanlah peristiwa remeh temeh, hanya sekedar meramaikan even tahunan bulan ramadhan, tetapi, mereka menghadirkan sejarah keterpinggiarannya selama ini. Hal ini terlihat pada semangat dan aksinya dalam berkeliling kampung; sebagai orang pinggiran dan kesenian yang dipinggirkan, memicu semangat dan aksi pantang menyerah dalam berkeliling kampung tiap malam, walau tidak dapat manfaat secara material baginya, terpenting telah mementaskan diri pada ruang publik. Kira-kira, kepuasan batinlah yang mereka kejar, disamping dapat pahala telah mengisi bulan ramadhan, mereka juga puas memainkan dan menghadirkan diri dari pinggir ketengah-tengah ruang publik wacana umat islam. Jika ini dilakukan terus menerus dan dilakukan serentak oleh kelompok jaranan-jaranan lain, tidak mustahil kelak jaranan, bukan hal aneh lagi, bisa tampil diacara-acara Imtihan pesantren. :)

Semangat dan aksi mereka sungguh luar biasa. Mereka start perjalanan dari desa Balung Kulon sampai berkeliling kecamatan balung memakai waktu sekitar empat jam. Sambil mengayuh sepeda dan becak, mereka menabuh alat-alat musik jaranannya. Lalu beberapa orang kampung meminta mereka memainkan jaranan dihalaman pos kamling yang lebih luas. mereka berhenti dan menerima tawaran itu dengan senang hati.

Layaknya sedang mentas pada acara-acara formil pesta perkawinan, anak-anak muda ini bermain total. Dua pemain (umurnya sekitar 14 tahunan) yang semula normal-norma saja mendadak kesurupan dan mereka 'ndadi' dengan tarian-tarian khas jaranan.

Lagi-lagi saya dibuat takjub. Bukan karena tarian 'ndadinya' dua pemain itu. Kalau hal demikian sudah biasa saya saksikan. Namun seiring dengan itu, poskamling yang jadi pentas riuh musik jaranan itu letaknya tak jauh dengan masjid yang sedang menggelar tadarrusan dengan menggunakan pengeras suara. Dan masing-masing kedua kelompok ini tak merasa terganggu. seakan-akan sudah saling mengerti dan menoleransi. Anak-anak muda itu dan orang-orang kampung yang menanggapnya tidak merasa menganggu orang-orang ngaji dimasjid. dan orang masjid juga tidak merasa diusik oleh riuhnya musik jaranan. "Sama-sama sedang mengisi bulan ramadhan. sama-sama sedang mencari ridha tuhan. Jadi perasaan-perasaan su`udhan pada yang lain yang berbeda sudah tidak berlaku." kira-kira begitu yang ada dibenak mereka.

Sungguh itu peristiwa kultural yang luar biasa. Siapapun tak bisa memastikan dan menjamin kalau yang ngaji dimasjid itu bacaannya lebih diterima tuhan daripada senandung lagu-lagu jaranan dengan penari yang kesurupan. Tapi umumnya orang sudah memastikan peristiwa kultural tersebut dengan asumsi: "karena jaranan sudah kesurupan berarti pasti sudah bersama setan, lebih diterima setan, daripada diridhoi tuhan dan pasti keneraka kelak. Sedang yang ngaji dimasjid itu membaca firman tuhan, walau tidak tahu arti dan maknanya, pasti lebih diterima tuhan, dapat pahala, dan kelak masuk surga".
Tentu tidaklah bisa dipastikan demikian dan dijamin kalau yang ngaji lebih diterima tuhan dan yang jaranan dilaknat dan masuk neraka. Bisa jadi terbalik. Terserah tuhan dong. Itu wewenang mutlak tuhan. Yang bisa dipastikan, bahwa diantara mereka telah terjadi toleransi, jalinan saling mengerti dan memahami, kalau diantara mereka sedang sama-sama mengisi bulan ramadhan. Sama-sama ingin mendapat ridha tuhan. walllahu`alam bisshawab. (hanya tuhan yang paling tahu. kita semua tidak tahu hanya FPI dan sepaham dengannya saja yang sok tahu). :)

Saya kira siapapun yang melakukan kebajikan dengan sikap toleransi tinggi, itu sudah memenuhi subtansi agama. Tentu hal demikian akan diridhoi Tuhan.
He..he tanpa terasa dua buah lagu jawa banyuawangi telah usai dimainkan mereka dan yang ndadi (penari yang kesurupan) telah siuman. tanpa dikomando mereka bergegas meninggalkan pos kamling dengan kompaknya. menaata alat musiknya kembali pada posisi diatas sepeda dan becaknya. dan berkeliling kembali..."saur...saur...iki jaranan...iki jaranan...dan seterusnya..." suaranya semakin jauh terdengar.






 ·  · Bagikan · Hapus

Salam Santri Kenthir

Baca Tulisan Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Salam Santri Kenthir.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More