19 Sep 2011

Siasat Canggih Wong Tani Ketajek Memperjuangkan Tanah Seluas 478 Hektar


Uraian tulisan saya tentang perjuangan petani ketajek ini semakin jelas menunjukkan bahwa negara hanyalah subyek pasif. Apa-apa yang telah didapat rakyat sejatinya berkat perjuangan kerasnya sendiri. bukan hasil pemberian (political will) negara. negara dalam hidup kebangsaan yang sejahtera tak lebih sekedar pencuri dan pengambil hak-hak rakyat. Demikianlah jika negara ada tapi keberadaannya tidak untuk berpihak pada rakyat. Maka perampasan tanah-tanah rakyat terjadi dimana-mana. Tak terkecuali tanah rakyat ketajek yang telah dirampasnya mulai tahun 1973.



Dibawah koordinasi Soeparjo, mereka memulai gerilya melakukan pendekatan dan lobi terhadap semua pihak yang dianggap memiliki otoritas menyelesaikan persoalan tanah Ketajek. Mulai struktur yang paling bawah yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Jember, PDP, DPRD Tingkat II, DPRD Tingkat I, DPR RI hingga ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia.
Suparjo yang telah diberi mandat oleh warga ketajek untuk meneruskan arah perjuangan menganggap bahwa strategi lobi adalah strategi perjuangan yang paling utama untuk mencapai kemenangan sedang pilihan strategi lainnya merupakan sebagai penunjang untuk keberhasilan strategi lobi tersebut. Pilihan strategi lobi ini dimaksudkan agar pihak-pihak terkait terketuk pintu hatinya dan tidak salah persepsi atas perjuangan warga ketajek selama melakukan tuntutan kembalikan tanah warga ketajek. Tujuan utama dari strategi lobi tersebut agar selama melakukan perjuangan warga ketajek tidak bertindak sporadis, terorganisir secara rapi dan terencana secara sistematis.
Mereka sadar bahwa pilihan utama strategi lobi untuk mencapai tujuan ini butuh waktu yang sangat panjang, oleh karenanya lobi-lobi politik perjuangan yang direpresentasikan oleh Suparjo benar-benar didukung sepenuhnya oleh warga katajek secara spritual dan material. Secara spritual mereka melakukan do`a-do`a rutin yang berupa acara istigosah setiap minggu secara berkelompok. Sedang secara material mereka mengadakan iuaran sukarela antar anggota secara rutin dan kemudian dana yeng terkumpul digunakan untuk menopang kebutuhan perjuangan Suparjo dalam melakukan taktik perjuangannya (sudah berjalan selama enam tahun). Sering dana yang terkumpul oleh warga perjuangan tidak mencukupi, akhirnya suparjo sering kali merelakan harta pribadinya untuk kepentingan perjalanan tugas-tugas perjuangan. Setiap minggu tiga kali Suparjo memberikan laporan hasil-hasil lobinya pada warga ketajek dalam pertemuan mingguan yang terformat dalam pengajian rutin istigosah yang sudah berjalan selama 6 tahun. Menurut Suparjo, pengajian rutin istigosah yang dilakukan oleh warga ketajek adalah media ampuh untuk konsolidasi internal dan menguatkan daya tawarnya dalam melakukan lobi-lobi politik eksternalnya. Dari pengamatan penulis, siang dan malam suparjo harus melobi per-orang yang mempunyai kewenangan menyelesaikan kasus tanah ketajek, mulai dari tingkat pusat sampai daerah.
Dari catatan perjalanan lobi yang telah dilakukan Suparjo, seperti dituturkan pada penulis diantaranya; pertama-tama melakukan pendekatan pada BPN (Badan Pertanahan Nasional) Jember yang waktu itu dipimpin oleh bapak Ir. Sucahyo M.hum. Dengan bertamu mendatangi rumah bapak Sucahyo secara kekeluargaan, Suparjo berhasil menarik simpatinya pada perjuangan masyarakat ketajek. Berbekal empati dari pihak luar yaitu BPN Jember, Suparjo dan kawan-kawan dengan ditemani bapak Sucahyo berhasil bertemu dengan BPN Pusat dalam rangka konfirmasi keabsahan SK HGU PDP Ketajek yang waktu itu dikepalai Bapak Lutfi Nasution bertempat di jakarta pada tahun 2002. Pada tahun yang sama Suparjo dan kawan-kawan bersama kepala BPN pusat ikut serta terlibat dalam hearing dengar pendapat dengan komisi II dan III DPR RI bertempat digedung Senayan dalam agenda pengajuan tinjau lokasi sengketa tanah ketajek sesuai dengan fakta dilapangan. Atas pertemuan tersebut ditindak lanjuti dengan tinjau lokasi oleh Komisi II DPR RI yang dipimpin oleh KH. Yusuf Muhammad dan berhasil menemui titik terang karena nama-nama pemilik sebenarnya tanah ketajek akan dikeluarkan oleh BPN Jawa Timur.
Berbekal hasil-hasil pertemuan dengan BPN pusat dan DPR RI tersebut Suparjo melanjutkan lobi-lobinya ditingkat Propinsi Jawa Timur pada tanggal 1-12-2003 yakni Ke-BPN Jawa Timur dan ke-Komisi A DPRD I Jawa Timur.. Adapun maksud Suparjo seperti yang dituturkan yaitu, agar nama-nama pemilik tanah Ketajek dikeluarkan secepatnya. Kemampuan lobi Suparjo cukup mumpuni, karena jawaban hearing dengan komisi A DPRD Jawa Timur sangat mendukung agar nama-nama pemilik tanah ketajek dikeluarkan secepatnya. Akhirnya BPN Jawa Timur mengeluarkan dan menyerahkan nama-nama pemilik tanah ketajek sesuai dengan SK Kepala Inpeksi Agraria Jawa Timur No. 1/Agr/6/XI/122/HM/III tertanggal 17-12-1964 kepada sidang komisi A DPRD I Jawa Timur dan diserahkan kepada Suparjo sebagai Koordinator MPTK.
Perjuangan tanah segera kembali ketangan rakyat ketajek mulai menemui titik terang dengan ditemukannya daftar nama 803 pemilik tanah ketajek yang sekarang dikuasai oleh PDP Jember. Namun bukan serta merta hanya berbekal SK KINAG tersebut tanah dikembalikan begitu saja oleh pihak Pemkab Jember pada warga ketajek. Secara hukum tanah tersebut adalah sah milik warga ketajek. Tetapi keyakinan warga ketajek persoalan tanah tidak segera dikembalikan oleh pemerintah daerah Jember karena pertimbangan politik oleh penguasa daerah jember yang waktu itu dipimpin Bupati Samsul Hadi (2001-2006). Dalam pengakuan Suparjo Bupati Samsul Hadi enggan menyerahkan secepatnya faktor PDP sebagai aset daerah Jember dan persoalan tanah ketajek telah diselesaikan dengan ganti rugi uang sebesar 1 milyar kepada masyarakat ketajek.
Jadi dengan didapatkannya daftar nama-nama pemilik tanah ketajek sepertinya jalan menuju kemenangan perjuangan warga ketajek mendapatkan tanah masih penuh liku-liku. Oleh karena itu lobi-lobi politik ditingkat daerah jember terus digalakkan oleh Suparjo. Masalah ketajek menjadi pelik karena adanya keputusan pemerintah daerah jember antar DPRD dan Bupati Winarno, 4 Januari 2000, memutuskan penyelesaian tanah ketajek dengan ganti rugi uang 1 Milyar. Untuk memubaka jalan menuju penyelesaian yang diharapkan oleh warga ketajek yakni dikembalikannya tanah ketajek seluas 477,8 Ha bukan ganti rugi berua uang, maka Suparjo terus melakukan pendekatan pada anggota-angota Komisi A DPRD Jember agar membuka atau melihat kembali keputusan penyelaian tanah ketajek tahun 2000 dengan memperlihatkan SK KINAG diatas. Namun kebanyakan para anggota komisi A memandang sebelah mata karena memang persoalan tanah ketajek yang disodorkan oleh Suparjo tidak memberi keuntungan secara materiel.
Suparjo tidak patah semangat untuk melakukan pendekatan dan terus berusaha meyakinkan anggota dewan agar mengangendakan Hearing penyelesaian tanah ketajek. Tidak cukup sekali Hearing karena hasilnya jarang memuaskan warga ketajek. Karenanya warga ketajek berpuluh-puluh kali hearing sampai persoalan tanah ketajek dibawa dalam sidang pleno DPRD Jember yang hasilnya yaitu, tidak ada keputusan final karena suara anggota dewa terpecah.
Terpaksa warga ketajek harus tetap bersabar sambil menunggu masa bakti mereka (DPRD) berakhir dan terganti oleh DPRD hasil pemilu berikutnya tahun 2004. Namun para anggota DPRD 2004-2009 yang baru dilantik rata-rata buta peta persoalan tanah ketajek. Untuk itu Suparjo tidak jemu-jemu menjelaskan dan mendatangi ke rumah mereka masing-masing siang dan malam. Walhasil Komisi A merekomendasikan pada ketua DPRD Jember tertanggal 12 April 2006 bahwa tanah ketajek untuk diberikan kepada masyarakat petani yang berdomisili sekitar kebun ketajek dengan perioritas bagi kelompok yang tidak menerima unag ganti rugi (Tali asih) dan memakai cara kemitraan dalam pengelolaannya dengan pihak PDP jember.
Perkembangan terakhir hasil yang telah dicapai berkat kekuatan strategi lobi perjuangan warga Ketajek yakni keputusan Bupati Jember menetapkan tim verivikasi nama masyarakat diwilayah tanah Ketajek untuk: (1) Meneliti bukti administrasi data pemilik tanah Ketajek sesuai dengan penetapan dalam SK Kepala Inspeksi Agraria Jawa Timur Nomor 1/Agr/XI/122/ HM/ III Tahun 1964. (2) Meneliti kebenaran ahli waris nama pemilik tanah Ketajek berdasarkan SK Kepala Inspeksi Agraria Jawa Timur Nomor 1/Agr/XI/122/ HM/ III Tahun 1964. (3) Merumuskan berita acara hasil verivikasi nama masyarakat diwilayah / pemilik / ahli waris tanah ketajek dengan dikuatkan atau legalisasi berupa akta notaris dan melaporkannya hasil tugas kepada Bupati.


Salam Santri Kenthir

Baca Tulisan Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Salam Santri Kenthir.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More