15 Sep 2011

di Pesantren Itu Aku Menjadi Ada (Kisah Perjalanan Spritual)


Awal kedatangan ku di Pondok Pesantren ini, (saya sebut ponpes tanpa nama, karena tak ada papan nam layaknya diponpes lainnya) untuk menenangkan dan menyamankan hati dari keruwetan, kesempitan, dan keletihan hidup yang kujalani selama ini.

Muak dengan segala kesenangan duniawi, muntah dengan jebakan hidup kapitalis dan jenuh dengan mimpi-mimpi modernitas. Segalanya itu telah mensistem dan mempolakan kehidupanku hanya menjadi dua pilihan utama: bertindak menyerang atau bertahan, ikut berebutan atau menyerah pada keadaan.
Sungguh melelahkan hidup sebagai ‘aku ’ dalam ruang hidup dengan system social kapitalis ini. Disini ‘aku’ diwajibkan berkecukupan modal dan keahlian di bidang tertentu yang dibutuhkan untuk menopang bangunan social kapitalisme. Jika aku tak mampu menyediakan diri (modal dan keahlian) maka aku harus mampu berada dipinggir peradaban sambil bertahan di kasta social paling bawah hanya demi ‘aku’ agar tidak punah.
Sulit menjadi aku dalam ruang yang penuh sesak dengan jiwa-jiwa materialism ini, karena ke-akuan -ku dibentuk dan diarahkan tujuannya hanya untuk menyembah uang dan sekutunya. Sementara sifat fitri dalam diri masih tak berdaya dan masih sangat menggantung pada kekuatan mutlak system kapitalisme.
‘Aku’ dimata raksasa kapitalisme menjadi ada jika aku telah menjadi pengusaha, pejabat, akademisi dan buruh. ‘Aku’ akan menjadi tidak ada bahkan seperti terasing saat aku tidak berperan dalam fungsi socialnya untuk menopang kekuatan struktur social (‘aku’ hanyalah sebagai pengangguran, misalnya).
Permasalahannya aku ada ketika aku harus aktif berperan menopang bangunan hidup kapitalisme, padahal lama kelamaan ke’akuanku’ ternyata menjadi irosi dan terasing kembali dari peran aktifnya selama ini (ternyata hanyalah budak/pelayan sistem) ???
Itulah yang terjadi aku ingin benar-benar ada. ‘aku’ Ada bukan kamuflase seperti ada padahal tidak ada. Dimanakah ‘aku’ sebagai identitasku?
Perenunganku atas ‘aku’ diatas seperti sedang menemukan sungai bening spiritual setelah di ponpes tanpa nama, aku bertemu dan berbicang dengan Lora Nurul, pemimpin pondok dan tokoh masyarakat Desa Jambuan-Anti Rogo-Jember. Berikut sedikit yang bisa aku kutip yang sangat ampuh mengobati luka-lukanya ‘aku’:
“ bahwa aku ini sebenarnya tidak ada. Aku ini hanyalah berisi perintah-perintah Allah. Bahwa Allah lah yang maha pengatur. Jika barang siapa yang menganggap perintah-perintah Allah itu adalah ‘aku’ maka itulah keruwetan hidup yang akan melilit ke akuanku. Dan penyakit-penyakit jiwa akan melekat pada ke akuanku. Karena aku tak pernah terbebas dari keakuan diriku yang bukan sesungguhnya.”
Demikianlah, aku lalu mengambil wudhu dan sholat. Sepertinya aku sedang bermandi ria dalam sungai bening spritualitas. Sambil berendam diri, semoga aku terhanyut dalam lautan luas ke maha kuasaanNya.


Salam Santri Kenthir

Baca Tulisan Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Salam Santri Kenthir.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More