Menjadi Mbah sholeh seperti
sekarang, dengan kaki pincang dan suami yang sakit-sakitan, bukanlah kemauannya
pada waktu muda. Mbah Sholeh yang terlahir sebagai putri pasangan keluarga
miskin ini, masa mudanya dilalui dengan menjadi gadis perkasa bekerja keras
meraih masa depan. Namun nasib berbicara lain. Lima tahun setelah
menikah, anak semata wayangnya meninggalkan dia untuk selama-lamanya,
Mbah Sholeh muda pernah mengadu nasib merantau ke Kecamatan Muncar Banyuwangi
(kota paling timur di Jawa Timur). Di sana Ia berjualan Erok-erok (tahu petis)
dan jagung bakar selama tiga tahun. Tapi hasilnya hanya cukup untuk dimakan
sendirian. Dia merasa, kerja merantau tidak membawa hasil, lalu memutuskan
kembali ke dusun Sumberjo - Glundengan (dusun asli tempat tinggalnya).
Kegagalan mengubah garis nasib ditanah rantau tidak menjadikan Mbah Sholeh putus
asa. Berusaha dan berdoa'a adalah jalan yang harus ditempuhnya sebagai seorang
muslim. Walau masa depan baginya masih suram, Mbah Sholeh muda terus saja
berusaha bekerja apapun, kerja serabutan, yang penting halal. Pernah bekerja
berjualan biji dawet keliling. Dan disela waktu lain Mbah Soleh muda berjualan
pakaian bekas dan lain-lain. Dari kerja serabutan ini Mbah Sholeh muda
mendapatkan penghasilan tiga ribu lima ratus rupiah per hari. Lumayan untuk
mencukupi kebutuhan sendiri dan suami tercintanya. Namun keadaan nyaman ini
tidak berlangsung lama. Untuk mengatasi kemiskinan absolutnya (abadi), Mbah
Sholeh muda menjadi buruh gudang tembakau dengan gaji seribu lima ratus rupiah
per hari. Tapi tak berselang lama, dia di PHK musiman oleh perusahaannya.
Karena tidak terbiasa menganggur, akhirnya Mbah Sholeh coba-coba berjualan
sayur-mayur pakai keranjang bambu dengan dijunjung diatas kepanya berkeliling
dusun Sumberjo. Bukan hanya dusun Sumberjo Mbah juga sering berjualan di dusun
tetangga yang jaraknya 3 km dari dusun Sumberjo. Hmm bukan jarak yang dekat
ditempuh dengan hanya berjalan kaki. Modal awalnya dari menjual seluruh
pakaian bekas yang dipunyainya. Keadaan ini bertahan cukup lama. Hingga
pada suatu hari kesialan menimpa Mbah Sholeh. Alas keranjang bambu satu-satunya
yang ada diatas kepalanya jebol tak kuat menyangga beban barang dagangannya.
Mbah Sholeh mengisahkan, "Setelah keranjang tempat nasi itu jebol,
oleh tetangga diberikan (gratis) keranjang yang sudah kotor sekali! Ini Mbah
Sol, keranjang sayur!. Besok jualan lagi ya,? Iya! jawab Mbah Sholeh"
Keuntungan sedikit dari berjualan sayur memakai keranjang ini oleh Mbah
Sholeh dibelikan beras dimasak bersama suaminya. Mbah Sholeh
berkisah, "Uang itu saya belanjakan beras seperempat kilogram,
lalu dimasak dengan suami Mbah, itupun Mbah sudah seneng le, meski Mbah gak
punya anak. Setelah itu besoknya Mbah buat kulakan sayur lima ikat, dua ikat
lalu dijual di sekitar daerah tetangga. saat Mbah berjualan, keranjang jualan
tumpah ruah, lantaran kaki Mbah terantuk batu. Mbah jatuh di depan rumah Bu
Sarinah. Berantakan, ikan laut didalamnya yang hanya ada tiga rantang juga ikut
berantakan. Nyeri sekali! Sampai rumah Haji Sukur Mbah di naikkan becak.
Tukang becaknya gak mau dikasih ongkosnya." Fatal kecelakaan itu
membuat kaki kiri Mbah Sholeh bengkak. Terpaksa dia harus beristirahat sejenak
dirumah. Belum sembuh benar sakitnya, ia bergegas lagi berjualan sayur.Lantaran
kakinya yang masih belum kuat benar, dia berjalan sering terjatuh. Akibatnya
kaki si-Mbah yang sebelah kiri cacat permanen sampai sekarang. Seseorang sering
melihat Mbah Sholeh saat berjalan menjinjing keranjang sayur dengan kaki
sebelahnya yang terseok-seok. Seseorang itu tak tega, lalu memuatkan gerobak
dorong terbuat dari bambu untuk Mbah Sholeh tanpa meminta imbalan
sedikitpun. Sejak saat itu Mbah Sholeh tak lagi berjualan dengan menjunjung
keranjang bambu. Dan si Mbah tidak sering jatuh lagi. Senang sekali Mbah
Sholeh. Ia bisa menambahkan isi dan jenis barang dagangannya sesuai dengan
kapasitas gerobak bambu barunya. Namun sayang seribu sayang, uang yang
demilikinya terlampau sedikit untuk mengisi gerobak bambunya dengan
bermacam-macam barang dagangan. Oleh karena itu, sedikit demi sedikit,
Mbah Sholeh berusaha terus memupuk modal jualannya. Akhirnya, harapan
untuk menambahkan isi dan jenis barang dagangan itu terpenuhi. Gerobak bambu
itupun muatannya penuh dengan berbagai macam jenis makanan dan sayuran. Betapa
bangga Mbah Sholeh telah mampu berubah menjadi demikian. Dengan semangat baru,
gerobak bambunya terus saja didorong, tak peduli melewati cuaca panas dan
hujan. Boleh saja, Mbah Sholeh tak peduli dengan kesehatan tubuhnya yang
terus menurun, tetapi, geobak bambunya mulai tidak mau diajak kompromi
menemaninya memuat barang jualannya bertumpuk tumpuk setiap hari. Sepertiya
gerobak bambu itu pun mulai protes, "Kekuatanku (gerobak bambu) ada
batasnya Mbah Sol!!". Hehehe..dan gerobak bambu reot itu mulai rewel
setiap kali didorong. Gerobak bambunya sering berbunyi, "kriek-kriek-kriek!!"
Untungnya ada Mas Bari yang melihat (Mas Bari itu tetangga Mbah Sholeh yang
sehari harinya menjadi tukang las listrik) kalau bahwa gerobak bambu Mbah
Sholeh tidak lagi layak pakai. Lalu Mas Bari memanggil Si Embah dan menawarkan
jasanya agar bambu-bambu yang reot itu diganti dengan jeruji besi.
"Mengenai biaya diangsur semampunya aja Mbah", Kata Mas Bari.
Tanpa pikir panjang tawaran Mas Bari disepakati oleh Mbah
Sholeh. Kini Mbah Sholeh sedikit lebih senang. Gerobaknya sudah terbuat dari
besi. Sudah lebih kokoh dari gerobak bambu sebelumyai. Dan barang dagangannya
juga bertambah banyak. Pelanggannya sudah lumayan banyak.
"Alhamdulillah!!" "Sekarang apa lagi yang Mbah inginkan dalam
hidup ini ?", tanyaku membatin. Lamat lamat ia terlihat berlalu mendorong
gerobak sayurnya. Kata temanku, Mbah Soleh masih pingin memperbaiki rumah yang
sudah reot itu. Tetap setia merawat suaminya yang sering sakit-sakitan dengan
sebaik-baiknya. Sampai tulisan ini dibuat, usia gerobak sayur Mbah Sholeh sudah
berusia tiga tahun! Itu termasuk sudah tua, alias kuno. Sementara teknologi
baru terus datajng silih berganti menyaingi gerobak sayur Mbah Sholeh. Belum
lagi Supermarket, Mall, dll, yang siap menggerus konsumen Mbah Sholeh. Terus
gimana yach, Mbah Sholeh menyikapi keadaan sulit itu? Dorong terus, maju terus
..! ya mbah? :D "Hidup adalah perjuangan tanpa henti - henti. Usah
kau menangisi hari kemarin. Hidup adalah perjuangan. Bukanlah arah dan tujuan.
Hidup adalah perjalanan..." (DEWA)
0 komentar:
Posting Komentar
Salam Santri Kenthir.