26 Sep 2011

Nenek Tua dan Gerobak Tua: Hidup adalah Perjuangan Tanpa Henti



Menjadi Mbah sholeh seperti sekarang, dengan kaki pincang dan suami yang sakit-sakitan, bukanlah kemauannya pada waktu muda. Mbah Sholeh yang terlahir sebagai putri pasangan keluarga miskin ini, masa mudanya dilalui dengan menjadi gadis perkasa bekerja keras meraih masa depan. Namun nasib berbicara lain. Lima tahun setelah  menikah, anak semata wayangnya meninggalkan dia untuk selama-lamanya, Mbah Sholeh muda pernah mengadu nasib merantau ke Kecamatan Muncar Banyuwangi (kota paling timur di Jawa Timur). Di sana Ia berjualan Erok-erok (tahu petis) dan jagung bakar selama tiga tahun. Tapi hasilnya hanya cukup untuk dimakan sendirian. Dia merasa, kerja merantau tidak membawa hasil, lalu memutuskan kembali ke dusun Sumberjo - Glundengan (dusun asli tempat tinggalnya).  Kegagalan mengubah garis nasib ditanah rantau tidak menjadikan Mbah Sholeh putus asa. Berusaha dan berdoa'a adalah jalan yang harus ditempuhnya sebagai seorang muslim. Walau masa depan baginya masih suram, Mbah Sholeh muda terus saja berusaha bekerja apapun, kerja serabutan, yang penting halal. Pernah bekerja berjualan biji dawet keliling. Dan disela waktu lain Mbah Soleh muda berjualan pakaian bekas dan lain-lain. Dari kerja serabutan ini Mbah Sholeh muda mendapatkan penghasilan tiga ribu lima ratus rupiah per hari. Lumayan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dan suami tercintanya. Namun keadaan nyaman ini tidak berlangsung lama. Untuk mengatasi kemiskinan absolutnya (abadi), Mbah Sholeh muda menjadi buruh gudang tembakau dengan gaji seribu lima ratus rupiah per hari. Tapi tak berselang lama, dia di PHK musiman oleh perusahaannya.  Karena tidak terbiasa menganggur, akhirnya Mbah Sholeh coba-coba berjualan sayur-mayur pakai keranjang bambu dengan dijunjung diatas kepanya berkeliling dusun Sumberjo. Bukan hanya dusun Sumberjo Mbah juga sering berjualan di dusun tetangga yang jaraknya 3 km dari dusun Sumberjo. Hmm bukan jarak yang dekat ditempuh dengan hanya berjalan kaki.  Modal awalnya dari menjual seluruh pakaian bekas yang dipunyainya. Keadaan ini bertahan cukup lama.  Hingga pada suatu hari kesialan menimpa Mbah Sholeh. Alas keranjang bambu satu-satunya yang ada diatas kepalanya jebol tak kuat menyangga beban barang dagangannya. Mbah Sholeh mengisahkan, "Setelah keranjang tempat nasi itu jebol, oleh tetangga diberikan (gratis) keranjang yang sudah kotor sekali! Ini Mbah Sol, keranjang sayur!. Besok jualan lagi ya,? Iya! jawab Mbah Sholeh"  Keuntungan sedikit dari berjualan sayur memakai keranjang ini oleh Mbah Sholeh dibelikan beras dimasak bersama suaminya. Mbah Sholeh berkisah,  "Uang itu saya belanjakan beras seperempat kilogram, lalu dimasak dengan suami Mbah, itupun Mbah sudah seneng le, meski Mbah gak punya anak. Setelah itu besoknya Mbah buat kulakan sayur lima ikat, dua ikat lalu dijual di sekitar daerah tetangga. saat Mbah berjualan, keranjang jualan tumpah ruah, lantaran kaki Mbah terantuk batu. Mbah jatuh di depan rumah Bu Sarinah. Berantakan, ikan laut didalamnya yang hanya ada tiga rantang juga ikut berantakan. Nyeri sekali! Sampai rumah Haji Sukur Mbah di naikkan becak. Tukang becaknya gak mau dikasih ongkosnya."  Fatal kecelakaan itu membuat kaki kiri Mbah Sholeh bengkak. Terpaksa dia harus beristirahat sejenak dirumah. Belum sembuh benar sakitnya, ia bergegas lagi berjualan sayur.Lantaran kakinya yang masih belum kuat benar, dia berjalan sering terjatuh. Akibatnya kaki si-Mbah yang sebelah kiri cacat permanen sampai sekarang. Seseorang sering melihat Mbah Sholeh saat berjalan  menjinjing keranjang sayur dengan kaki sebelahnya yang terseok-seok. Seseorang itu tak tega, lalu memuatkan gerobak dorong terbuat dari bambu  untuk Mbah Sholeh tanpa meminta imbalan sedikitpun. Sejak saat itu Mbah Sholeh tak lagi berjualan dengan menjunjung keranjang bambu. Dan si Mbah tidak sering jatuh lagi. Senang sekali Mbah Sholeh. Ia bisa menambahkan isi dan jenis barang dagangannya sesuai dengan kapasitas gerobak bambu barunya. Namun sayang seribu sayang, uang yang demilikinya terlampau sedikit untuk mengisi gerobak bambunya dengan bermacam-macam barang dagangan. Oleh karena itu, sedikit demi sedikit,  Mbah Sholeh berusaha terus memupuk modal jualannya. Akhirnya, harapan untuk menambahkan isi dan jenis barang dagangan itu terpenuhi. Gerobak bambu itupun muatannya penuh dengan berbagai macam jenis makanan dan sayuran. Betapa bangga Mbah Sholeh telah mampu berubah menjadi demikian. Dengan semangat baru, gerobak bambunya terus saja didorong, tak peduli melewati cuaca panas dan hujan. Boleh saja, Mbah Sholeh tak peduli dengan  kesehatan tubuhnya yang terus menurun, tetapi, geobak bambunya mulai tidak mau diajak kompromi menemaninya memuat barang jualannya bertumpuk tumpuk setiap hari. Sepertiya gerobak bambu itu pun mulai protes, "Kekuatanku (gerobak bambu) ada batasnya Mbah Sol!!".  Hehehe..dan gerobak bambu reot itu mulai rewel setiap kali didorong. Gerobak bambunya sering berbunyi, "kriek-kriek-kriek!!"  Untungnya ada Mas Bari yang melihat (Mas Bari itu tetangga Mbah Sholeh yang sehari harinya menjadi tukang las listrik) kalau bahwa gerobak bambu Mbah Sholeh tidak lagi layak pakai. Lalu Mas Bari memanggil Si Embah dan menawarkan jasanya agar bambu-bambu yang reot itu diganti dengan jeruji besi. "Mengenai biaya diangsur semampunya aja Mbah", Kata Mas Bari.  Tanpa pikir panjang  tawaran Mas Bari disepakati oleh Mbah Sholeh. Kini Mbah Sholeh sedikit lebih senang. Gerobaknya sudah terbuat dari besi. Sudah lebih kokoh dari gerobak bambu sebelumyai. Dan barang dagangannya juga bertambah banyak. Pelanggannya sudah lumayan banyak. "Alhamdulillah!!" "Sekarang apa lagi yang Mbah inginkan dalam hidup ini ?", tanyaku membatin. Lamat lamat ia terlihat berlalu mendorong gerobak sayurnya. Kata temanku, Mbah Soleh masih pingin memperbaiki rumah yang sudah reot itu. Tetap setia merawat suaminya yang sering sakit-sakitan dengan sebaik-baiknya. Sampai tulisan ini dibuat, usia gerobak sayur Mbah Sholeh sudah berusia tiga tahun! Itu termasuk sudah tua, alias kuno. Sementara teknologi baru terus datajng silih berganti menyaingi gerobak sayur Mbah Sholeh. Belum lagi Supermarket, Mall, dll, yang siap menggerus konsumen Mbah Sholeh. Terus gimana yach, Mbah Sholeh menyikapi keadaan sulit itu? Dorong terus, maju terus ..! ya mbah? :D  "Hidup adalah perjuangan tanpa henti - henti. Usah kau menangisi hari kemarin. Hidup adalah perjuangan. Bukanlah arah dan tujuan. Hidup adalah perjalanan..." (DEWA)    

Baca Tulisan Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Salam Santri Kenthir.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More