26 Sep 2011

Gosip: Bukan untuk menghukumi tersangka

Yang terjadi didesa, gosip digunakan oleh kaum buruh tani untuk melawan kesewenang wenangan kaum petani kaya,, tapi gosip diseputar gang VIII ini dirayakan bukan untuk memusuhi tersangka yang terkena gosip. Di gang VIII, gosip digunakan untuk mengisi waktu luang warga demi mengatasi keterasingan, kegelisahan individual, atas derasnya perubahan-perubahan dalam system social yang tak berpihak.Tak ada sosok musuh bersama disini- sebagaimana halnya kaum buruh tani-. Musuh bersama warga adalah system social yang menindas dan tak pernah benar-benar kelihatan, karena musuh itu berupa struktur-struktur yang menghisap darah dan keringat mereka secara perlahan-lahan. Selain itu, semua warga ibu-ibu mengalami kepelikan hidup yang sama yakni, ketidakberdayaan diri mengendalikan perubahan-perubahan sementara kebutuhan hidup harus terus menerus diperjuangkan dengan keras. Oleh karena itu, gosip ditangan mereka adalah, sebagai sarana menghibur diri dari kepenatan menanggung beban hidup sehari-hari, aktualisasi komunikasi antar individu, dan kerekatan sosial antar warga, bukan bertujuan mengambil tindakan penghakiman (sangsi social)atas salah satu warga yang menyimpang dari nilai dan moralitas di Gang VIII.
Adalah wajar jika Ustad syaikhoni (nama fiktif) yang telah beristri itu, berselingkuh dengan mantan santrinya, bernama Diah pitaloka (nama fiktif), telah menjadi rahasia umum warga dan dibiarkan beredar sampai sekarang. Hubungan selingkuh antara Ustad syaikhoni dengan Diah Pitaloka itu sudah berjalan 6 tahun. Sejak Diah mulai jadi santri (mulai kelas 3 SMP), sampai sekarang (sampai baru lulus SMA), perselingkuhan itu sudah menjadi rahasia umum warga. Bahkan public gosip (warga gang ) cenderung memelihara agar gosip seputar perselingkuhan tersebut tetap dipertahankan dipanggung gosip. Sepertinya para warga tahu bagaimana seharusnya kartu gosip yang berada ditangannya tidak diketahui oleh para kerabat dekat, terlebih-lebih oleh tersangka sendiri.
Berbeda sebagaimana didesa yakni gosip menyebabkan ketegangan hubungan antara yang menggosip dengan yang digosipkan, tapi digang ini, hubungan penggosip dengan yang digosipkan masih tetap cair. Ustad syaikhoni yang biasa mengisi pengajian ibu-ibu dimusholla, petuah-petuah nya tidak ditanggapi dengan sinis, tapi disikapi dengan gurauan-gurauan kecil ibu-ibu penggosip sambil pura-pura mendengar serius ceramahnya. Begitu pula perlakuan kaum ibu-ibu penggosip pada Diah Pitaloka, diruang-ruang komunikasi seperti acara arisan, pengajian, rekreasi bersama, Diah masih diperlakukan dengan wajar seperti tak pernah terjadi sesuatu apapun. Bila ada selamatan dirumahnya yang membutuhkan bantuan para ibu-ibu, dengan riang para ibu-ibu tetap membantu keluarga diah pitaloka.
Bandingkan dengan kasus terkenal yang menimpa KH. Aa Gym, atau yang menimpa Ariel, Luna, dan Cut tari yang berakibat kehancuran otoritas kuasa, ekonomi sampai berujung menjadi kasus hukum. Itu menunjukkan bagaimana public gosip masih tak dewasa dalam memisahkan antara mana wilayah prifat dan wilayah public. Digang VIII ini, warga masyarakat menanggapi gosip perselingkuhan antara Ustad Syaikhoni dengan istilah nafsi-nafsi. Artinya gosip yang menyangkut urusan privat seseorang adalah urusan mereka sendiri. Dimana yang menjadi urusan privat tak akan mengganggu urusan public. Dengan istilah nafsi-nafsi masing-masing warga berhati-hati, agar perilaku dirinya tidak menjadi sasaran gosip, beredar diatas panggung gosip, dimana kemudian hanya dijadikan sebatas media menghibur bagi kaum ibu-ibu lainnya.
Demikianlah gosip digang VIII Gebang-Jember, dirayakan bukan untuk tujuan negative yang bersifat destroyer bagi manusia lainnya. Masing-masing warga sebisa mungkin dirinya tidak jadi sasaran tembak senjata gosip, namun sekaligus juga merayakannya jika salah satu warga terpaksa terkena sasaran tembakannya. Gosip tak lebih permainan petak umpet, permainan tebak-tebakan, dan lain lain, yang tak perlu memakan korban pada pemainnya. “Mari kita rayakan gosip, gosok sedikit demi sedikit agar tambah sip!, mari kita bergembira dengan gosip, agar hidup tidak kering dan tak merana walau kepala ini telah menjadi kaki”, Lamat-lamat, berkata serentak sambil cekikan para ibu-ibu itu terdengar ditepian hangar bingar peradaban kota jember, terngiang sampai kesini, saat aku harus mengakhiri tulisan ini.

Baca Tulisan Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Salam Santri Kenthir.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More