26 Sep 2011

Mengurai Gosip Dipinggiran Kota Gebang


Semoga semua menyepakati, jika gosip disini saya maknai, sebuah panggung tertutup yang berisi nilai-sosial perilaku seseorang / kelompok yang bermakna negatif / positif dan sedang dibicarakan dari mulut-kemulut, menyebar dan disebarkan secara diam-diam oleh indifidu /kelompok sosial tertentu. Biasanya tirai gosip dibuka jika ada perilaku indifidu menyimpang dari kesepakatan moral sosial yang telah ditetapkan dalam komunitasnya. Dampak bagi orang/ kelompok yang terkena gosip lebih banyak, berdampak pada penderitaan (delegitimasi) sosial. Namun demikian, tak tertutup kemungkinan gosip bisa pula berdampak multi fungsional.
Di Media massa, gosip lebih di arahkan pada kehidupan personal kaum selebritis, para pejabat, para tokoh politisi, dan kaum papan atas. Dalam kontek media massa, gosip lebih banyak dimainkan oleh pelaku media dan para artis atau para tokoh politisi, dll, sedangkan para penonton/ pembaca media atau massa rakyat, lebih berposisi sebagai pemain pasif.

Mengapa massa rakyat menjadi pemain pasif? Karena gosip dimedia massa tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan kehidupan sehari-hari massa rakyat. Pada media Massa muara gosip lebih tertuju untuk mendapat keuntungan kapital media massa itu sendiri, ataupun untuk keuntungan para artis, tokoh politisi, akademisi yang jadi sasaran gosip. Gosip dimedia massa tak lebih sekedar permainan citra kaum kelas papan atas. Tak heran, jika ada beberapa artis, pejabat, rela membayar mahal pelaku media agar dirinya menjadi tersangka gosip. Asalkan dampak yang ditimbulkannya membawa promosi dirinya pada puncak karier yang diinginkan.
Berbeda dengas gosip ala media massa, gosip yang terjadi diseputar kehidupan sehari-hari masyarakat pedesaan ataupun masyarakat kota pinggiran mempunyai bentuk, karakter, nilai dan tujuan yang khas . Mulai dari para pemain aktif (penyebar dan sasaran gosip) sampai sebatas pendengar, seluruhnya dimainkan dan dirayakan oleh masyarakat gosip itu sendiri. Bahkan sebatas pendengar gosip, juga sebagai pemain aktif. Bak Jargon demokrasi; Gosip adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat penggosip. Sedang muara tujuan gosip dilevel pedesaan ataupun dikota pinggiran, lebih kearah fungsi sosial, sangsi sosial, media perekatan sosial komunitas, arena konflik sosial, konsensus sosial dan sebagainya.
Menurut James Scott, gosip bagi masyarakat pedesaan merupakan senjata perlawanan orang-orang kalah (kaum tertindas) menghadapi kelompok mapan atau kaum kaya penindas. Namun sebaliknya bagi kaum kaya atau elit desa, gosip digunakan sebagai senjata pertahanan untuk menangkis serangan bertubi-tubi yang dilancar oleh kaum bawah pedesaan. Pula, gosip tidak hanya sebagai senjata bagi kelompok kelas sosial yang berkonflik, tapi sekaligus merupakan arena pertempuran itu sendiri. Siapa yang menguasai dan mengendalikan gosip, maka kemenangan akan tampak didepan mata. Namun sebaliknya bagi mereka yang kalah dalam pertempuran di arena gosip, akibat yang ditimbulkan, seseorang akan merugi secara sosial, bahkan berakumulasi kerugiannya sampai pada tingkat material..
Para petani kaya yang senaknya mengupah atau memberi makan pada buruh tani, yang mana, jika upah dan makanan tersebut masuk kategori kurang layak bagi si buruh tani, maka, kekecewaannya niscaya tidak akan berupa protes terbuka namun dimainkannya dalam bentuk gosip. Para buruh tani tahu dan sadar, kerugian besar akan ditanggungnya jika perlawanannya dilakukan secara terbuka. Melawan kaum petani kaya tidak bisa berupa langsung dan terbuka, karena perlawanan semacam ini akan mudah dipatahkan. Perlawanan paling memungkinkan bagi si buruh tani yang terkecewakan, adalah dengan mengolahnya menjadi senjata penyebutan yang bernada negatif, mendiskriditkan, membuat cerita melebih-lebihkan kesewenang-wenangan korban gosip, setelah itu dengan diam-diam, perlahan tapi pasti, kemudian senjata gosip itu dilemparkan diarena pertandingan gosip.
· ”Haji Cerikkit, Haji Mardud, Haji Tasbenni, merupakan nama-nama plesetan yang telah diolah sedemikian rupa-plus bumbu-bumbu penyedap- menjadi senjata perlawanan para kaum buruh tani Jember-Jawa Timur. Kemudian secara perlahan senjata gosip tersebut dibagikan diarena tertutup dan berskala kecil. Sebelum menjadi rahasia umum, pada awalnya (senjata gosip, sudah digosok-gosok dan sudah dinyatakan sip) hanya disebar dalam jaringan antar keluarga, diedarkan antar kekerabatan, lalu antar kaum buruh tani, sampai akhirnya bak bola salju, benar-benar menggelinding ketengah-tengah arena pertandingan gosip menjadi senjata yang mematikan bagi petani kaya. Jika itu tidak cepat diantisipasi dan diatasi, gosip akan cepat berubah menjadi rahasia umum desa. Akibatnya bagi petani kaya yang terkena gosip, dia akan kesulitan mendapatkan tenaga buruh tani pada masa tanam tiba. Kalau pun ada, si buruh tani akan meminta upah yang relatif tinggi. Bukan hanya materi kerugiannya, tapi prestasi-prestasi sosial; seperti menjadi haji, rajin sholat, tekun bekerja, dll, akan menjadi musnah makna positifnya. Secara kekuasaan pun, petani kaya tersebut, posisi tawarnya menjadi bernilai rendah.”
Gosip Dipinggiran Kota Gebang-Jember
Di kota-kota pinggiran, saya kira gosip itu masih ada, layak, dan berguna dimainkan oleh masyarakat. Namun tentu saja gosip dikota-kota pinggiran akan berbeda dengan didesa; mulai cara-cara produksi, distribusinya, konsumsi, sirkulasi sampai arena permainannnya. Gosip ditangan buruh tani adalah untuk melawan kaum mapan dan petani kaya desa, tentu ini tidak berlaku bagi masyarakat pinggiran perkotaan. Disamping susunan sosialnya berbeda, juga tidak ada petani kaya atau kaum mapan bertinggal digang-gang sempit pinggiran perkotaan. Saya kira, ditangan masyarakat pinggiran perkotaan seperti pada masyarakat pinggiran kota Gebang-Jember, gosip akan bernuansa unik, khas, bahkan lebih sip dari yang lainnya.

Bagi teman-teman yang berdomisili di kabupaten Jember, pasti sudah tahu dengan nama Gebang, dimana Kota Gebang berada dipinggiran sebelah barat pusat kota Jember-Jawa Timur. Gebang kini, disamping mayoritas pendduknya terdiri dari masyarakat pinggiran, dibanyak tempat terdapat bangunan-bangunan tua warisan kolonial belanda masih berdiri megah dipelataran tanah yang berbukit, hal ini menunjukkan jejaknya sebagai sisa-sisa peradaban pusat kekuasaan jember masa lampau.
Dilihat sekilas, masyarakat diseputar Gang IX timur asar gebang, masih terlihat keramah tamahannya. Bila aku bilang amit! (permisi), pada orang-orang sedang duduk, mereka menjawab dengan senyum ramah bilang, monggo! (silahkan). Sering saya amati, sebenarnya mereka ini tidak cocok jadi orang perkotaan, walau jadi orang pedesaan secara sosiologis juga kurang cocok. Lebih pas mereka ini cocok sebagai masyarakat antara. Mereka berada diantara; menjadi orang kota dan menjadi orang desa.
Banyak rupa-rupa cerita menarik dan penanda kehidupan multikultural yang saya dapatkan diseputar gang IX: ”Mayoritas penghuni gang merupakan peminat togel, jika ada yang terpenjara, beberapa tetangga bahu membahu menyumbang iuaran uang atau makanan kepenjara. Ada juga, cerita kesalahpahaman Lek To, salah satu penghuni gang yang menato seluruh wajahnya setelah mendapat telpon gelap mengiming-imingi hadiah uang ratusan juta rupiah dan pada saat proses penatoan semua penghuni gang menyaksikannya. Atau, cerita anak gadis pak RT yang hamil sebelum menikah. Atau Mbak Siti yang selalu menggunakan sandal sebelah walau didalam pengajian musolla sekalipun. Atau rame-rame iuran rekreasi perdua minggu sekali, sampai solidaritas sosial massif kaum ibu-ibu yang tak kalah hebatnya dari orang desa. Dan lain-lain dan lain lain.”
Dari sekian rupa-rupa cerita tersebut, saya hanya tertarik untuk tahu bagaimana permainan gosip yang dimainkan oleh para penghuni Gang IX ini? Tentu tidak mudah bagi orang luar seperti saya ini, bisa mengetahui langsung atau berada ditengah-tengah medan permainan Gosip. Sebagaimana gosip dipedesaan, gosip diseputar penghuni gang ini juga bersifat terturtup, sangat rapi, dan tak mudah diendus.
Adapun saya tahu informasi gosip yang sudah beredar berasal dari Istri teman bernama Yusi Anggraini, sedang Yesy Anggraini (informan gosip) mengetahui gosip yang sedang up todate dari adik iparnya, bernama Ainur. (Walau detail permainan gosipnya kurang lengkap, aku sudah bersukur mendapatanya). Nah, posisi Ainur sendiri dalam mata rantai informasi ini sangat strategis sebagai pemain aktif dalam peredaran gosip. Namun demikian Ainur jarang sekali berposisi sebagai nara sumber utama, atau dia jarang mendapatkannya langsung dari tersangka gosip. Hal ini bisa dipahami, karena Ainur sendiri tinggal disitu kurang lebih tiga tahun. Jadi peran ainur dalam arena gosip sebatas berada diring pinggir. Duduk-duduk diteras tetangga sebelah, berkumpul dengan ibu-ibu pengajian, ikut rombongan rekreasi, dan menjadi pendegar setia atas gosip-gosip yang beredar.
Sangat disayangkan, saya tak bisa mengetahui detail bagaimana proses produksi, distribusi, konsumsi, dan sirkulasi gosip itu terjadi. Gosip seputar masyarakat pinggiran kota gebang yang saya dapat dari Yesy Anggraini berupa gosip-gosip yang sudah dihaturkan diarena panggung gosip. Jadi, hanya tema gosip yang bisa saya tangkap.

Tulisan Terkait:

Baca Tulisan Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Salam Santri Kenthir.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More