23 Okt 2011

Tentang Berita Kematiannya

Aku sebenarnya tidak mempunyai bakat dan pengalaman menulis bergaya fiksi. Apalagi yang berkaitan dengan dunia percintaan dua insan. Selama satu setengah tahun menghuni FB aku hanya bisa menulis realitas sosial remeh temeh yang sedang terjadi disekitarku.

Pernah bersusah payah menulis semalaman, ketika tulisaan selesai dibuat,  ternyata tidak ada yang mengkomentari sama sekali. Padahal  sudah puluhan orang yang sudah saya tag. Berharap, paling tidak ada yang klik jempol. Ditunggui  sampai satu semingguan tidak jua muncul.

Lantaran aku ini manusia biasa yang juga butuh karyanya diberi apresiasi, miris juga melihat nasib catatan-catatanku tak seperti  milik teman-teman yang lain begitu berlimpah dengan komentar dan acungan jempol.

OKB. Aku harus tahu diri. Harus menyadari kalau aku ini salah satu dari rakyat rendahan yang sok bermain-main didunia maya.
LS017073
Suatu ketika, entah mengapa, ada keinginan menggebu menuliskan sebuah kisah tentang cinta masa laluku. Perasaan ingin mengurai cerita cinta itu begitu kuat. Aku seperti mendapat dorongan energi lebih diluar kewajaran potensi diri.

Aku sendiri buta menulis dengan model fiksi (cerpen, novel, dll) yang membuat pembacanya hanyut dalam  alur ceritanya.

Disampinga buta , aku berpikir ulang untuk membongkar kisah lama dengan gadis itu, sementara statusnya, kabar yang ku dengar ia sudah menikah dan telah mempunyai anak.  Tidak etis membongakar hubungan masa lalu dengan orang yang sudah menjadi isteri orang. Ku takutkan si suaminya jadi tahu lalu keharmonisan rumah tangganya jadi retak.

Desakan hasrat menuliskan kisah itu tetap menggebu-gebu. Terlintas untuk memakai nama dan tempat kejadiannya disamarkan. Toh tak akan kehilangan esensi kisah kasihnya. Dengan demikian aku bisa tetap mengurai masa lalu kisah cintaku, tanpa merusak keharmonisan rumah tangganya.

Ketika jari  mulai mengetik, energi yang mengisnpirasi imajinasi malah tidak jalan. Memori yang menampung jejak kenangan bersamanya juga menjadi tertutup.

Aku terdiam linglung didepan komputer yang masih menyala. Sementara dorongan itu masih begitu  kuat untuk lekas menuliskan kisahnya. Cerita cinta yang menurutku sangat indah dan tak kan bisa kudapatkan lagi melebihinya. Masalahnya, kira-kira teman-teman FB ku respek nggak, ya, dengan tumpahan kisahnya? Jangan-jangan hanya indah bagiku, tapi norak buat yang lain.

Ah, persetan dengan semuanya. Pokoknya aku harus menumpahkan. Agar, dorongan energi yang meletup-letup itu terbebaskan. Pokoknya aku kudu ngeluarin semua kisah cintaku yang telah bikin sesak ingatan. Harus jujur apa adanya, baik nama dan tempat kejadiannya. Blak-blakan ae lah, biar imajinasi masa lalu dan memori yang menampungnya bisa terbuka kembali.

Tapi kayaknya tidak seru juga bila hasil tulisan kisah cintaku tetap tak ada yang mereaksi. Antara masih takut dan malu-malu (kuciiing!) mengungkapkannya, pada tanggal 7 Juli 2010 aku menulis pembukaan dengan judul, "Cinta Adalah Titik Titik". Dengan isi kalimat yang provakitif seperti ini: " Dengan congkak aku berkata, semua harus tahu, bahwa aku yang bernama saiful, orang biasa saja, terlahir sebagai anak biasa saja, yang sering diremeh-temehin orang, ternyata. Wow, punya pengalaman cinta bak orang luar biasa dengan cerita yang sangat istimewa” (Bisa dibaca ulang pada: http://www.facebook.com/note.php?note_id=407705353670)

Kalau memang ternyata masih tak ada yang tertarik mengapresiasinya, aku telah ancang-ancang diri memilih sikap tak peduli. Pokoknya menulis kisah cintaku, sukur dibaca, lebih bersukur lagi ada yang tertarik, kagum, dan banyak yang mengkoment. Hemm, ternyata ada seorang teman bernama Santi isnaya  yang terprovokasi bersedia menunggu kisah cintaku selanjutnya. (San, bila kulihat wajahmu itu mirip banget dengan saudara sepupuku. Manis banget bila dilihat dari sedotan. Just kidding)

Susah banget merangkai cerita cinta dua insan kalau tidak biasa nulis fiksi. Tapi mau gimana lagi, si Santi kadung menunggui. Sementara dorongan dari dalam diri mendesak untuk menguraikannya. Dengan  teramat kepepet, akhirnya,  aku memakai metode penulisan fiksi  pokoknya menulis dan mengurai apa yang ada didalam memori kenangan.

Sementara itu memori kenanganku masih bingung mau ngeluarin kisah yang mana dulu. Begitu melimpah dengan makna-makna  berserakan yang masih perlu aku rajut satu persatu. Aku Butuh waktu lima harian berkonsentrasi merangkai makna-makna yang tercecer dan menyusun ulang dalam kisah yang bisa dipaham oleh orang lain. Dan hasilnya tulisan cerita cinta terpendamku mengalir juga lewat catatan yang kupublis dengan judul, "Ketika Cinta Berganti Tasbih"
Hihi..Si Santi komentnya mendadak jadi cengeng. Katanya teringat dengan cinta yang dialaminya sendiri. Coba ingat-ngat San, komenmu kok jadi melankolis begitu, ya? (Baca lagi di.. http://www.facebook.com/notes.php?id=100000023672347&notes_tab=app_2347471856#!/note.php?note_id=409584778670)

Lumayan reaksi teman-teman mulai dari yang komen maupun yang ngasih jempol. Ada sekitar 43 orang yang mengkomen dan 10 orangan yang menjempol. Daripada sebelumnya nasib catatanku kebanyakan mati suri. Alhamdulillah tulisan fiksi cinta perdanaku  berhasil mencuri hati teman-teman. Walau bila dibanding dengan catatan tulisan yang populer lainnya, maka, catatanku masih kalah jauh.

Aku teramat bahagia walau hanya segelintir teman yang mengkoment karena yang kurasakan mereka memberinya dengan tulus. Biar ratusan orang yang klik 'like', tapi bila jempolnya pada bauk semua, mending dapat sedikit, tapi bisa mengharumkan kamar pengap hatiku. (Hehe..beladiri.co.id. Ngene iki aku niru-niru gayamu, San!)

Apalagi aku dapat kado koment pujian dari si Uly Giznawati yang sering nulis dikompasiana, dan bila update status jumlahnya yang  koment rata-rata diatas 50-an orang.  Pujian itu racunnya hati loh ul! Hehe..tapi gak papa deh, walau racunnya hati! Sering-sering kamu muji,  ya! Semoga kamu masih ingat dengan komenmu yang ini,  "...Cerita yang sangat menyentuh Qalbu
religius sekali hingga sang penulis tak mau menduakan cinta Allah, tetapi bukankah selain berhubungan dengan Allah kita juga mesti berhubungan dengan manusia? tanpa untuk mencederai cinta kita pada Yang Maha Tunggal itu? sungguh perenungan yang tajam dalam rangkaian paragraf"
Ini Uly Giznawati
 
Foto Uly Waktu Nongkrong Di Kompasiana
Diakhir tulisan sengaja tidak aku tutup dengan kata tamat. Tetapi bersambung minggu depan. (Duh, pede amat. Padalah catatan "Ketika Cinta Berganti Tasbih"  itu saja ngerangkainya, susahnya minta ampun!)  Sengaja ku beri aba-aba bersambung, agar teman-teman bersedia menunggu kisah cinta berikutnya. Lantaran memang masih banyaknya stok kisah cinta yang mustahil bisa dituangkan seluruhnya dalam satu catatan.

Dalam waktu semingguan, aku menepati deadline bersambung yang kujanjikan, aku mempubliskan kisah cinta berikutnya dengan Judul, "Cinta Menuntunku Menembus Batas Gender". Kali ini koment si Santi begitu mensupport kesahajaan Nining dibalik makna kisahnya dengan komennya yang panjang: " Mantap pul..... g byk cewek spt nining ddunia ini.  Kbykn cewek menempatkan cinta setara dgn materi, kedudukan sosial, dan kalo bisa dpt cowok yg bs bikin dia tmbah keren dimata temen2. Saluuut bgt sm Nining, dia liat Ipul g pake mata mgkn, tp, pake hati! * ini g bermaksud lbh menegaskan ipul adalah org yg ..... hemmm serba pas2n lo, ya!0.* Kembali ke basic pul, "CINTA MISTERI" dan punya kekuatan yg sangat dasyat.  (q jg punya itu he he g kalah dasyat jg sm kalian).  Gender......., materi, keren, ..... apalagi......?? G penting!!"

He he..Santi, Santi! Dibalik support heroikmu kok masih sempet-sempetnya bilang, "q jg punya itu he he g kalah dasyat jg sm kalian" . Kwkwkwk...! Eh, San. Baca bibirku tanpa berkedip, ya? Sekarang, kamu itu manis banget, biarpun ngelihatnya gak usah pakai sedotan sekalipun.
 Ini Santi Isnarya
                                               Foto Santi Di Zoom Jarak Dekat
Juga, dapat tambahan komen manis dan menginspirasi dari Rei Bangga: "Hmmm...ceritanya emang Kerbiz, keren abiz...tapi kok masi bersambung? :P Jadiin novel aja mz... :D". Ku pikir selama ini kata keren banget itu kedudukannya sudah lebih tinggi dari kata keren. Eh, ternyata masih kalah sama Keren habis atau disingkat Kerbis. Hihi jadi malu sama Rei. Ketahuan kalau si penulisnya masih Jadul dan oot dengan istilah-istilah terkini.  ( Rei, terima kasih, ya. Pujian kerbismu telah menginspirasi tulisan-tulisan berikutnya)
Ini Rei Bangga
Foto Kerbis Rei Memimpin Barisan
Dibawah panggung narasi 
Sejak saat itulah aku hampir setiap hari terbayang akan kisah cinta tanpa memiliki pada Nining Setihari layaknya kembali pada realitas hidup 11 tahun yang lalu. Tanpa terasa telah delapan episode cerita yang sudah kupublis dan direspon hangat dan haru biru  dalam aplikasi catatan ini.
Foto Nining Mirip Wulan Guritno Atau Foto Wulan Guritno Mirip Nining
Tulisan-tulisan yang Live in dan bernuansa utopis itu, awalnya memang sebatas menuruti dorongan energi diri yang aneh dan meletup-letup,  disamping pula untuk menepati janjiku sendiri yang sedang diitunggu Santi. Namun berikutnya, pasca catatan "ketika cinta berganti tasbih" terselesaikan dengan tertatih-tatih, sepertinya,  gendang telingaku mulai dihembusi oleh bisikan-bisakan aneh dan mewujud datang menjadi rasa jiwaku yang aneh dan nyata. Seterusnya menguasai ruhku, memerintahku untuk terus menuliskan semua kicah cinta bersamanya. Tak boleh ada sedikitpun kisah yang tercecer.

Ya sejak saat itulah sosok Nining Setihari setiap hari hadir dihadapanku bagai benar-benar nyata saat aku mulai menuliskan kisahnya didepan komputer.

Menjadi aneh banget dan tak bisa kupahami, bila ia tak hadir dihadapanku, aku yang sudah berhadapan dengan komputer itu tak bisa lagi mengurai setiap jejak ceritanya.

Waktu menulis seringnya kulakukan pada tengah malam, saat suasana sudah sunyi (Dikantor Yayasan Kemanusiaan Kec. Sukorambi-Jember). Suatu kesunyian yang menghanyutkan kesepian-kesepianku. Bila nuansa jiwaku sudah demikian maka  Nining akan datang dan duduk disebelahku. Dan mengajak bercengkrama seperti dulu lagi. Tapi bedanya kini kami sudah saling jujur akan rahasia hati masing-masing. Bila aku mulai kelupaan akan kata-kata  yang pernah diucapkannya, maka, Nining membantu mengulang apa saja yang telah dikatakannya padaku. Aku yang tak berbakat menulis fiksi dengan adanya dia didekatku, jariku menjadi pandai menari-nari dengan merangkai kalimat dengan detail peristiwa demi  peristiwa  yang kami alami bersama.

Kawan, sekarang aku jadi ingat (mulai dari 'cintaku menembus batas gender sampai cerber yang ke enam), selama tulisan-tulisan itu mengalir, hari-hariku merasa berlimpah dengan kebahagiaan (Walau dalam kondisi nasib yang sangat memprihatinkan.) Terima kasih buat Niningku, karena legenda bersamamu  aku mulai banyak mendapat sahabat-sahabat FB yang peduli dan mau berbagi hati walau tak pernah bertatap muka langsung. Tak masalah bagiku. Aku rasa kemayaan suatu ruang tak menghalangi kenyataan eratnya sebuah jalinan persahabatan.

Dan yang lebih utama dari kebahagiaanku adalah, Nining seringkali hadir menemani kesendirian hidupku tidak saja aku sedang  ada didepan komputer mengetik kisahnya. Namun Nining menemaniku dimanapun saat aku sendirian dan merasakan kesepian. Dengan adanya Nining disisiku, aku menjadi betah dengan kesendrian hidup dalam dunia nyata yang fana ini

Setiap aku selesai membantu kerja (mengajar) teman-teman Yayasan, selekasnya aku menyingkir mencari ruang kosong. Bila diwarung kopi sebelah yayasan sedang sepi orang, aku bergegas kesana, menyiapkan sebuah ruang tamu hati, merapikan dua pasang kursi batin untuk tempat percakapannya. Sambil memesan kopi dan sebatang rokok, aku pun menjadi asik kembali bercengkerama dengannya.
 "Yang koment catatanmu kebanyakan, kok cewek semua, sih?" Ujar Nining Protes
"Yah, habis tulisannya kan berkisah tentang cinta, Ning! Biasanya  Sinetron cinta yang di TV itu, yang suka kan kaum cewek. Mana ada  kaum cowok yang suka dengan cerita cengeng seperti itu, iya kan?"
"Bukan itu maksudnya!" Nining cemberut
"Terus apa dong, say!" Aku menyabarkan biar tidak ngambek. Biasanya kalau sudah ngambek, dia bisa-bisa selama dua sampai tiga harian  tak mau datang lagi kepadaku.
"Gimana yang cowok mau koment bila yang kamu tag kebanyakan kaum cewek. Ya risih lah, cowok ikutan berkomentar ditengah  sekian cewek-cewek yang kamu incar itu"
"Aku kan gak berniat seperti itu, Ning. Kamu cemburu ya?" Aku Mencoba memancing kehangatan darinya.
"Ih,  ngapain cemburu. Apalagi pada tiga cewek pengkomen  setiamu itu. Dan sok tahu tentang apa cinta itu! Gak level, lah!"
"Jangan ngomong gitu lah, Ning! Mereka tulus banget kok. Itu keluar dari hati nuraninya"
"Minggu depan, cowok yang ditag harus lebih banyak dari ceweknya. Awas kalau nggak!"
"Iya, ya! Entar cowok semua dech yang aku tag!"
"Huh, nyebelin kamu" Ia berlalu begitu saja dan menghilang, berbarengan dengan temanku yang datang menghampiriku.

Bila sudah ngambek begitu. Nining tak kan datang lagi selama dua hari sampai tiga hari.

Begitulah kawan. Selama kurang lebih 1 bulan setengah hari-hariku menjadi seperti berada dalam dunia 11 tahun lalu. Saat awal aku dan Nining mulai saling mengenal sampai akrab dan sampai aku mencintainya dengan teramat sangat. Yah, kesendirianku kini telah menjadikan diri  sebagai manusia yang hidup pada masa lalu dalam tubuh yang berdiri diatas masa kini. Seperti yang telah kubilang, justru aku menjadi teramat bahagia dengan keadaan seperti itu. Dan satu lagi, hidupku merasa tidak sepi karena Nining sering hadir menemani kesengsaraan hari-hari ku.

Mohon itu jangan dimaknai aku sedang masuk pada fase awal  kegilaan. Biar tidak semakin mencabik-cabik perasaanku. Walau pun aku sendiri tak keberatan dan membantahnya sedikitpun.

Awas loh, ya! Jangan bilang aku sudah mulai gila, ya?

(Aku jadi sedih, nih!). Sejak tulisan yang kedua berjudul "Cinta Menuntunku Menembus Batas Gender" dimulai, hampir di tiap hariku yang sepi dan  malam-malam sunyiku, ia akan selalu bercengkerama denganku. Walaupun aku tak memintanya untuk ditemani, ia akan datang dengan sendirinya. Kecuali, aku sedang membantu mengajar sekolah yayasan, berinteraksi dengan teman-teman, atau saat aku  di warnet, pasti ia tahu diri dan tidak mau ada disampingku.

Ia begitu baik banget kawan! Puisi dengan judul 'Tidur' yang dulu membuatnya terpingkal-pingkal didepan mading kampus, ia bacakan berulang-ulang ketelingaku untuk menghibur. Terasa sangat dekat, kawan. Benar-benar sangat dekat sekali, sampai bait demi baitnya menjalar keseluruh saraf-saraf otakku. Indah sekali suaranya sekaligus menggelikan. Ia membaca puisinyanya hanya mengulang-ulang kalimat pada bait awal , " Aku ingin tidur. Aku ingin tidur dan tertidur. Aku ingin tidur dan tertidur. Tidur lagi, ah!" Begitu terus di ulang-ulang. Nyebelin, ia merapalnya sampai menyita waktu setengah jam-an.Tapi memang aku orangnya tak bisa marah padanya.

Kalimat-kalimat pendek itu terdengar sampai  kerelung hati. Dan menjadi terdengar menggelikan. "Tidur lagi, ah! Tidur lagi, ah!" Suaranya diperlambat dan dilamatkan seperti orang yang sedang ngantuk beneran. Nining terpingkal-pingkal. Jadinya aku kepingin ikut terpingkal-pingkal bersamanya. Untung aku lekas menyadarkan diri dari situasi yang mengitari yang tidak memungkinkan aku ikut tertawa bersamanya. Lalu  secepatnya aku membaur dengan teman-teman yayasan. Kalau aku sudah bersikap melarikan diri demikian. Nining pun enggan menemaniku.

Yah, satu setengah bulanan jarum jam hidupku menjadi berputar pada masa lalu persis seperti aku sedang mengalami dengan sangat nyata akan cinta tanpa memilikinya selama tiga tahunan. Padahal sebelum menjadi penulis cerita kisahnya yang bersambung, Nining sudah aku buang pada kotak sampah kenangan. Tertumpuk oleh pengalaman-pengalaman baru selama 8 tahunan.

Selama itu pula, aku tak pernah berjumpa atau pun ingin menjumpainya. Hanya dapat kabar dari Aan Subiyanto 3 tahun yang lalu kalau Nining sudah menikah dengan anak Akmil (Akademi Militer) yang dulu tak pernah dicintainya itu. Ia telah punya seorang anak laki-laki. Dan kabar terakhir yang ku dengar dari mulut Aan, bahwa, Nining mengalami kondisi depresi berat. Katanya Aan, Nining sering  membentur-benturkan kepalanya sendiri ke tembok.

Walau begitu, aku hanya sekilas lalu saja mendengar dan memikirkan kabar-kabar tentang keadaan Nining. Bagi aku Nining adalah sosok masa lalu yang tak perlu dihadirkan kembali dalam masa kiniku. Takdir cintaku padanya adalah cinta yang tak harus memiliki selamanya.

Sampai suatu ketika kesibukan hari-hariku bercengkerama dalam sepi bersama Nining, terputus oleh sebuah realitas, bahwa, hari Raya Idul Fitri tinggal sebulan lagi. Aku tersadar. Aku tidak boleh terus-terusan asik sendiri bercengkerama dengan Nining. Terbayang bila hari raya Idul Fitri  biasanya keponakanku yang lucu itu kubelikan baju lengakap plus uang ngelencernya. Teringat juga  akan ibu dan Nenekku yang sangat perlu uang untuk kebutuhan hari raya.

Aku tidak boleh egois dengan kebahagiaan aneh yang telah kumilik itu. Aku harus lebih mengutamakan kebahagian keponakan, Ibu, dan nenek di hari raya Idul Fitri. Yah, aku harus rela berjarak meninggalkan sejenak  percengkeraman dengan Nining dalam setiap sepiku.

Aku pun menerima tawaran dari seorang teman yang sering membantu kesulitan hidupku, untuk bekerja sebagai pekerja sosial pendampingan anak-anak miskin yang difasilitasi oleh ILO (International Labour Organization). Untuk sementara waktu aku mempersembahkan diri dan pikiranku dalam pekerjaan itu walau pun aku tak pernah cocok dengan ideologi pragmatisnya orang-orang yang bekerja didalamnya.

Cuma digaji 1 juta, kawan. Apalah arti uang segitu, begitu hari raya Idul fitri usai uang itu pun ludes untuk 3 keponakan, ibu dan Nenekku. Praktis uang itu tak ada sisa untukku. Tapi biarlah, yang penting keponakan-keponakan lucuku itu tersenyum bahagia karenanya.

Pasca hari raya Idul Fitri
Aku memutuskan diri berhenti dari pekerjaan itu walau pun aku sangat membutuhkannya. Banyak sebabnya, terutama aku tak ingin idealisme hidupku tercabik-cabik dengan menjadi pekerja sosial pendidikan anak-anak miskin, tetapi orang-orang yang bekerja didalamnya, ideologinya pragmatis semua. "Atas nama memajukan pendidikan anak-anak miskin tapi sebatas untuk mendapat dan mengelolanya sebagai data mati demi kontrak lembaganya diperpanjang oleh penyandang dananya." Kulihat tak ada jiwa pengabdian sosial sedikitpun diantara mereka.

Sementara uang gajian sudah ludes. Aku kebingungan setelah berhenti dari pekerjaan itu. Akankah kembali lagi keYayasan Kemanusiaan di Sukorambi, atau mengabdi di Ponpes Tanpa Papan Nama bersama rakyat desa jambuan mengembangkan usaha ekonomi mandiri? Dimana, kedua-duanya masih sangat mengharap aku kembali kesana. Atau, menerima tawaran seorang teman yang telah jadi pejabat dijember itu untuk kerja sama bisnis jasa biar bisa membahagiakan hidup emmak? Entahlah.

Seminggu setelah hari raya Idul Fitri, diwarung kopi Buk Yon, ditengah kebingunganku, terlintas untuk kembali gila-gilaan bercengerama dengan Nining. Tapi, entah kenapa selama sebulan puasa sampai hari ke 7 Idul fitri itu, Nining tak pernah hadir lagi seperti sebelumnya. Dalam kesendirian duduk diwarung Buk Yon, walaupun aku telah merasakan kesepian mendalam, Nining tak jua hadir. Agenda untuk merampungkan catatan cerita yang masih belum kelar itu, jadi malas untuk meneruskannya.

Dua jam sendirian duduk di warung Kopi Buk Yon. Teman ku yang bernama Satria  datang dan langsung duduk disampingku.
"Oh, ya Gus Ipul. Sampai lupa. Mohon maaf lahir batin."
"Iya, sama-sama. Gimana kabar advokasi-advokasi perempuanmu?" Aku membuka obrolan agar ia bercerita panjang lebar dan bisa mengusir rasa sepiku.

"He he..sek sek. Aku tak bales dampingan advokasi terbaruku" Selorahnya kembali asik dengan dunia sms nya.

Biasanya anak ini suka mengumbar kata kaitan filsafat dengan perempuan, agama dengan perempuan, hubungan ilmu kimia dengan perempuan, apapun selalu dikaitkan dengan nilai-nilai yang ada dalam perempuan.

Kali ini dia lebih asik dengan SMSnya daripada membicarakan dunia perempuan. Temanku ini unik. Tidak mau dibilang pacaran saat kencan dengan pacar barunya, tetapi lebih senang disebut sebagai kerja mengadvokasi kaum perempuan.

Aku mulai terkena virus pingin ikutan SMS atau menelpon seperti yang dilakukannya. Tapi perempuan siapa yang akan ku telpon? Wong selama ini aku tidak punya kenalan perempuan keculai teman FB.

"Wah, kalau sampean jangan ikut-ikutan saya Gus. Bukan jamannya lagi bagi sampean"

"Halah, kamu itu ngemeng epe. Nelpon Nining, ah! Mumpung masih suasana hari raya idul fitri. "

HP Fleksi jadulku yang pulsanya tinggal Rp. 1500-an kupencet tombol nomor 0334520xxx.. Itu Nomor rumah Nining. Walau aku tak pernah menelpon Nining selama 8 tahunan, tapi aku masih sangat hapal luar kepala sampai sekarang.

Dengan sisi pulsa yang tinggal sedikit. Berbicara secukupnya dan Berharap kabar Nining baik-baik saja

"Tuut tuut ..." Menunggu telponnya diangkat dengan hati yang deg-degan.

"Hallo" Suara seorang ibu setengah baya menyapa.

"Assalamu`alaikum, buk" Sapaku mengakrabkan diri biar tidak dicurigai macam-macam.

"Waalaikum salam. Ini dari siapa?"

"Saya Saiful. Teman kuliahnya Nining 8 tahun yang lalu, buk.  Saya hanya mau ngucapkan minal aidin saja. Nining nya ada Buk. Kalau boleh saya ingin bicara sebentar"

"Waduh mas, sampean belum tahu kabar Nining, ya?" Terdengar nadanya sedih.

"Nggak tahu buk. Emang kabarnya Nining kenapa. Dia sehat saja kan Buk?" Aku mulai cemas dan penasaran dengan kabar Nining.

"Nining sudah meninggal dunia, mas. Sekarang sudah dapat satu tahunnya."

"Innaliilahi wa innaa ilaihi roji`un." Aku menjadi lunglai. Temanku yang sedari asik dengan sms mendekatkan telinganya ke HP ku.

"Saya ikut berduka cita buk. Saya ikut merasa kehilangan. Kalau boleh tahu meninggalnya karena sakit apa buk?"

"Iya terima kasih. Sakit itu, ehmm..sakit paru-paru mas!"

"Tut..Tuut..." Telpon terputus, pulsaku tak cukup melanjutkan percakapan.
Tidur Aku ingin tidur Mataku capek melihatnya Tubuhku lelah merasakannya Aku hanya ingin tidur dan tertidur Buat apa bangun, jika bangun membuat aku hanya ingin tidur Aku hanya ingin tidur dan tertidur Buat apa bangun jika bangun membuat mataku selalu minta tidur Aku hanya ingin tertidur Dengan tertidur aku bisa bermimpi indah Dengan tertidur aku tidak resah Tidur membuat mataku tak berdosa Tidur membuat hati dan pikiran terasa disurga Tidur lagi, ah! Mimpi lagi, ah! Created By: Saiful Rahman, 5 Nofember 1999)

=========>>>>
Selamat jalan kekasih. Engkau benar. Cinta memanglah bukan untuk memiliki. Ia hanya cukup dirasakan. Ketika cinta itu telah saling memiliki justru menyengsarakan hidup para pecintanya.

Oh itu, ya? Pantesan kamu sebulan lebih sebelum puasa rajin datang kepadaku sebagai sepasang kekasih yang saling memiliki.

Oh itu, ya? Walaupun aku tak bisa menulis kisah fiksi kamu terus mendorong pokoknya aku menuliskan kisahnya.

Oh itu, ya? Sehingga tanpa sengaja puisi Tidur 11 tahun yang lalu itu kutemukan kembali diantara tumpukan buku-buku usangku.

Ya ya. Aku paham sekarang. Ternyata itu semua sebagai tanda salam perpisahanmu  kepadaku.

Terima kasih ya. Atas semua darimu yang datang kepadaku. Mohon maaf aku tak bisa segera ke tempat peristirahatan barumu sekarang. Kelak aku pasti kesana.

Aku sekarang masih berlumuran penderitaan hidup. Aku tak ingin saat kamu melihatku lalu menjadi iba. Kelak aku pasti bermain ketempat damaimu sambil membacakan puisi "Tidur"  itu dan kita bisa terpingkal-pingkal bersama disana.

TAMAT

Baca Tulisan Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Salam Santri Kenthir.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More