1 Okt 2011

Didepan Musholla Seni Tradisi Buto-Butoan itu Ikut Merayakan Kedatangan Bulan Ramadhan

Selama hidup baru kali ini aku saksikan sebuah peristiwa kultural luar biasa di kabupaten jember-jawa timur. Secara sosio kultural  kabupaten jember didominasi kaum santri. Biasanya  seni tradisi yang membudaya pada masyarakat santri adalah hadrah, gambus, atau seni tradisi  lain yang berbau tanah  arab. Namun sore kemarin,didepan musholla yang sehari hari digunakan kegiatan mengaji para anak santri sedang menggelar seni tradisi Buto-Butoan. Kegiatan ini diluar kebiasaan seni tradisi para masyarakat santri umumnya. Masyarakat setempat menamakan seni tradisi tersebut dengan nama seni "Buta-butaan". Acara itu digelar didepan musholla dengan maksud untuk merayakan  datangnya bulan ramadhan.
Mungkin bagi masyarakat setempat peristiwa tersebut merupakan sudah hal biasa dan rutin diadakan setiap tahun menjelang bulan ramadhan. Namun bagi saya gelar seni tradisi but0-butoan tersebut dalam rangka menyambut bulan ramadhan, terlebih diadakan oleh masyarakat yang nota bene masih segaris paham dengan kaum santri, sungguh peristiwa yang sangat mengagumkan. Apalagi acara tersebut dimainkan persis didepan musholla.
Dimusholla itu mereka merayakan seni tradisi buto-butoan menyambut bulan ramadhan
Peristiwa seni tradisi buto-butoan menyambut bulan ramadhan tersebut tidak lazim dan jarang saya saksikan. Seni tradisi buto-butoan adalah kesenian khas produk lokal masyarakat jember. Ditanah jawa seni tradisi hasil kreasi lokal merupakan kesenian rakyat yang sering kali didakwa sebagai kesenian sesat dan haram hukumnya. Namun dengan tampilnya seni tradisi buto-butoan didepan musholla didesa jelbuk kemarin, telah cukup memberi bukti, bahwa hubungan seni tradisi lokal dengan nilai nilai keislaman masyarakat santri tidaklah menjadi persoalan budaya yang sangat serius.
Seni buto-butoan sendiri merupakan modifikasi antara seni jaranan dan kesenian ondel-ondel. Itupun hanya ada dijember utara yang mayoritas masyarakatnya buruh perkebunan dan beretnis madura migran. Secara kultural masyarakat jember utara merupakan pendukung utama tatanan masyarakat santri sentris.
Terlepas dari bagaimana terjadinya kreasi seni tradisi buto-butoan itu dahulu kala, pengamatan  saya eksistensinya sampai sekarang masih berkembang subur, walau kesenian itu sendiri hampir tak pernah disapa oleh para elit masyarakat santri (Kyai dan pesantren) dikabupaten jember.
Pagelaran seni tradisi buto-butoan didepan musholla yang dimainkan oleh para santri cilik itu,  walau tak pernah diuwongkan oleh para kyai dan pemerintah daerah, merupakan tradisi tahunan yang  tetap eksis sampai sekarang. Mereka  tak perduli, apakah yang digelar itu akan menabrak fatwa ulama atau tidak, diapresiasi atau nggak oleh kaum elit agama dan negara, mereka cuek cuek saja sambil berdendang dan menabuh riang merayakan kedatangan bulan suci ramadhan.
Lalu terlintas dipikiran saya. Saat globalisasi (baca liberalisme) semakin menggerus nilai-nilai kearifan lokal, sementara nasib seni tradisi rakyat banyak terkapar dibolduzer mesin modernisasi, mengapa para ulama (kyai) tidak memberdayakan potensi seni tradisi rakyat sebagai media perekat ulama dan rakyat menghadapi kepongahan arus besar golabalisasi (dan modernisasi) daripada sibuk memfatwa mati seni tradisi?

SALAM KENTHIR

Baca Tulisan Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Salam Santri Kenthir.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More